Pada Kamis 9 Juni 2022, Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) menggelar konferensi pers dalam rangka mengumumkan hasil kajian bahtsul masail terkait kelayakan hewan terjangkit PMK (Penyakit Mulut dan Kuku) untuk dijadikan hewan kurban. Konferensi pers dipimpin langsung oleh ketua LBM PBNU, Kyai Mahbub Ma’afi.
Hasil kajian yang diumumkan telah diverifikasi oleh Syuriah PBNU. Dalam kesempatan ini, hasil kajian disampaikan langsung oleh Wakil Rais ‘Aam PBNU, K.H. Dr. Afifuddin Muhajir.
“Pertemuan kali ini hanya untuk menjawab pertanyaan yang sangat singkat, yaitu apakah hewan ternak yang terjangkit PMK memenuhi syarat untuk menjadi hewan kurban?” Ucap Kyai Afifuddin.
Sebagaimana diketahui bahwa virus PMK menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, khususnya para peternak. Penyakit ini telah menyebar ke berbagai daerah di Indonesia dan telah menjangkiti hewan-hewan ternak, bahkan tidak sedikit hewan ternak yang telah memasuki usia matang mati. Apalagi musibah ini bersamaan dengan momen persiapan Idul Adha.
Hal ini tentu menjadi persoalan yang rumit, mengingat hewan ternak harus memenuhi syarat-syarat tertentu untuk dapat dijadikan sebagai hewan kurban. Selain harus mencapai batas usia yang telah ditentukan, hewan kurban juga harus terbebas dari cacat. Lalu, bagaimana dengan hewan yang terjangkit PMK? Apakah memenuhi syarat untuk dijadikan hewan kurban?
Setelah mempertimbangkan hadis Nabi SAW, pendapat-pendapat ulama, serta pendapat dari ahli kesehatan hewan, hasil kajian LBM PBNU, sebagaimana disampaikan oleh Kyai Afifuddin, menyimpulkan bahwa hewan yang terjangkit PMK tidak memenuhi syarat untuk dijadikan hewan kurban.
“Dapat kita simpulkan bahwa hewan yang terjangkit PMK tidak memenuhi syarat untuk dijadikan hewan kurban.” Ujar kyai Afifuddin.
Sebagai rekomendasi, ada dua hal yang disampaikan oleh Kyai Afifuddin. Pertama, beliau mendorong agar hasil kajian ini segera disebarkan ke masyarakat. Kedua, beliau mengingatkan masyarakat agar berhati-hati dalam memilih hewan kurban.
Kyai Afifuddin menekankan bahwa jika mereka yang berniat berkurban tidak dapat menemukan hewan yang terbebas dari PMK, maka hendaknya mereka menundanya dulu. Karena, ditinjau dari tingkatan maqashid asy-syari’ah, berkurban merupakan kebutuhan tahsiniyyah (tersier), sedangkan menjaga kesehatan merupakan kebutuhan dharuriyyah (primer/pokok), dan yang dharuriyyah harus didahulukan.
Tentunya, kita semua berharap agar pelaksanaan hewan kurban pada tahun ini berjalan dengan lancar. Semoga pemerintah segera mengambil tindakan dalam rangka menangani wabah ini, karena dampaknya yang sangat serius, khususnya bagi para peternak.