Mahligai rumah tangga tidak akan pernah lepas dari konflik manusiawi. Adakalanya susah, senang, sedih, gembira, marah, dan cemburu satu sama lain terhadap pasangan. Tak terkecuali rumah tangga Nabi SAW, pernah suatu ketika Aisyah marah kepada Nabi. Kemarahan Aisyah tidak diekspresikan secara jelas, akan tetapi Nabi menyadarinya.
Kejadian itu terekam dengan jelas pada hadis sahih riwayat Imam al-Bukhari dan Imam Muslim sebagai berikut:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَأَعْلَمُ إِذَا كُنْتِ عَنِّي رَاضِيَةً وَإِذَا كُنْتِ عَلَيَّ غَضْبَى قَالَتْ فَقُلْتُ مِنْ أَيْنَ تَعْرِفُ ذَلِكَ فَقَالَ أَمَّا إِذَا كُنْتِ عَنِّي رَاضِيَةً فَإِنَّكِ تَقُولِينَ لَا وَرَبِّ مُحَمَّدٍ وَإِذَا كُنْتِ عَلَيَّ غَضْبَى قُلْتِ لَا وَرَبِّ إِبْرَاهِيمَ قَالَتْ قُلْتُ أَجَلْ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَهْجُرُ إِلَّا اسْمَكَ
Dari Aisyah ra., ia berkata; Rasulullah SAW pernah bersabda kepadaku, “Sesungguhnya aku benar-benar tahu saat kamu senang padaku dan saat kamu marah padaku.” Aisyah berkata; Aku bertanya, “Dari mana Engkau mengetahui hal itu?” maka Nabi pun menjawab, “Jika kamu senang padaku maka kamu berkata, ‘Demi Tuhan Muhammad.’ Namun bila kamu sedang marah padaku, maka kamu berkata, ‘Tidak. Demi Tuhan Ibrahim.'” Aku pun berkata, “Demi Allah wahai Rasulullah, aku tidak menyebut namamu (saat marah).”
Al-Qadhi ‘Iyadh menjelaskan dalam karyanya Ikmalul Mu’allim bi Fawaidi Muslim bahwa kemarahan Aisyah kepada Nabi disebabkan kecemburuan yang masih dapat ditolerir, sebagaimana kecemburuan perempuan pada umumnya. Bahkan Imam Malik dan ulama Madinah lainnya menjadikan hadis ini sebagai argumen perempuan tidak dijatuhi hukuman ketika menuduh suaminya berzina saat dia cemburu. Karena sebenarnya cemburu itu pertanda saking cintanya istri kepada suami.
Ulama lain juga memberi komentar pada hadis di atas. Misalnya Ali bin Sulthan dalam kitabnya Mirqatul Mafatih mengomentari perkataan Aisyah, “Aku tidak menyebut namamu (saat marah)”. Pendapat Ali meski saat marah Aisyah tidak menyebut nama Nabi dalam sumpahnya, tetapi rasa cinta Aisyah kepada Nabi tetap tertanam di hati selamanya.
Hadis di atas juga menunjukkan seorang suami hendaknya peka terhadap tanda-tanda rasa kesal istri, baik karena marah atau cemburu. Suami juga dituntut mampu menyikapi rasa kesal istri dengan wajar serta bijaksana persis seperti apa yang Nabi lakukan kepada Aisyah. (AN)
Wallahu a’lam.