Tujuan dan sasaran dari ibadah puasa di bulan Ramadhan adalah agar kita menjadi orang bertakwa. (Lihat: tulisan bagian pertama). Namun bukan berarti bertakwa hanya pada bulan Ramadhan saja, tetapi juga harus ‘terus-menerus’ bertakwa pada bulan-bulan setelahnya. Ramadhan menjadi kesempatan untuk memperbaharui ketakwaan kita yang mungkin sudah agak mengendur pada sebelas bulan sebelumnya.
Lalu, bagaimana gambaran orang bertakwa menurut Al-Qur’an? Apakah seseorang yang rajin shalat, puasa, membaca Al-Qur’an dan ibadah-ibadah kepada Allah lainnya?
Sifat-sifat orang bertakwa salah satunya ada dalam surat Al-Baqarah ayat 3-4, yang berbunyi:
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (3) وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ (4)
“(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.”
Dalam dua ayat ini terdapat lima sifat orang yang bertakwa, yaitu orang yang senantiasa mempercayai hal gaib, senantiasa mendirikan shalat, senantiasa menyedekahkan sebagian dari hartanya, senantiasa beriman kepada apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan nabi-nabi sebelumnya, dan senantiasa meyakini adanya kehidupan akhirat. Dari sifat-sifat ini tergambar bahwasanya orang bertakwa adalah orang yang senantiasa beriman, beribadah, dan taat kepada-Nya sesuai dengan tuntunan Rasul-Nya.
Kemudian dalam ayat lain yaitu surat Ali Imran ayat 134-135, Allah SWT juga berfirman mengenai gambaran orang bertakwa:
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (134) وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ)135(
“(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.”
Kedua ayat ini menyebutkan bahwa orang bertakwa adalah yang senantiasa menginfakkan hartanya baik dalam keadaan suka maupun duka, senantiasa menahan amarahnya, senantiasa memaafkan sesama manusia, dan senantiasa meminta ampunan dan bertaubat kepada Allah jika ia melakukan maksiat, dan tidak selalu melakukan perbuatan maksiat tersebut.
Menurut Kiai Ali Mustafa Yaqub dalam bukunya Pengajian Ramadhan Kiai Duladi apabila gambaran orang bertakwa dalam surat Ali Imran ini digabung dengan gambaran orang bertakwa dalam surat Al-Baqarah sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa orang bertakwa adalah orang yang menjaga hubungan baik dengan Allah SWT (hablum minallah) dan menjaga hubungan baik dengan sesama manusia (hablum minan naas).
Oleh karena itu, bertakwa tidak sebatas hanya rajin melaksanakan ibadah-ibadah yang bersifat individu saja seperti shalat, puasa, membaca Al-Quran, tetapi juga harus dibarengi dengan akhlak yang baik terhadap sesama manusia. Seperti menahan amarah, mudah memaafkan, menjauhi permusuhan, dan akhlak terpuji lainnya. Wallahu a’lam bishawwab. (AN)