Kisah Seorang Pemuda yang Sanggup Mengubah Tanah Menjadi Emas

Kisah Seorang Pemuda yang Sanggup Mengubah Tanah Menjadi Emas

Kisah Seorang Pemuda yang Sanggup Mengubah Tanah Menjadi Emas
Euro coins in red gift sack, isolated on white

Abu Sulaiman al-Maghribi adalah seorang yang sangat menjaga diri dari makanan/hal haram atau syubhat. Bahkan, karena keteguhannya itu, ia rela bekerja banting tulang dengan mencari kayu bakar di sebuah pegunungan dan kemudian menjualnya. Uang dari jualan itulah yang ia gunakan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Baginya, yang penting halal.

Suatu malam, dalam tidurnya, ia bermimpi bertemu dengan para ulama Basharah. Tiga di antara mereka adalah Hasan al-Bashri, Malik, dan Farqad. Dalam kesempatan itu, ia bertanya kepada mereka, “Wahai para imam, saya berharap kalian berkenan menunjukkan kepada suatu hal yang halal. Yang saya tak harus mempertanggungjawabkannya kepada Allah. Yang saya juga tak akan memiliki beban hutang budi kepada sesama manusia.”

Mereka berkenan. Mereka mengajak Abu Sulaiman keluar dari Tarsus (sebuah kota di Turki) menuju sebuah tanah lapang. Tanah itu banyak ditumbuhi Mallaw, tumbuhan berbunga ungu.

“Ini adalah suatu yang halal. Kamu tak akan bertanggungjawab kepada Allah. Kamu juga tak memiliki hutang budi kepada mansuia,” kata para ulama itu.

(Tanaman ini dihukumi “paling” halal karena tumbuh di tanah tak bertuan. Siapa saja boleh mengambilnya, pen.)

Sejak mimpi malam itu, ia selalu mengkonsumsi Mallaw saban hari. Ia melakoninya selama enam bulan. Hal itu membuat hatinya menjadi semakin sangat tenang, nyaman, dan damai. Bahkan karena begitu tenang dan damainya, ia merasa seakan hidup di surga (tak pernah gelisah dan gundah gulana). Selama itu pula, ia juga jarang ngobrol dengan orang lain. Kecuali dalam keadaan yang sangat mendesak dan dirasa perlu saja.

Satu waktu, ia melihat seorang pemuda yang sedang berjalan. Kebetulan ia akan melewati tempat dimana Abu Sulaiman duduk. Tampak dari penampilan fisiknya, pemuda itu terlihat sebagai orang yang sangat miskin. Abu Sulaiman merasa iba dengannya. Ia pun berniat memberikan beberapa uang yang ia miliki. Ia merasa tak membutuhkan uang itu lagi. Mallaw sudah cukup baginya sebagai konsumsi harian.

Pemuda itu pun semakin dekat dengan Abu Sulaiman. Terlihat olehnya, mulut pemuda itu komat-kamit merapal sesuatu. Abu Sulaiman segera merogoh saku bajunya untuk mengambil uang.

Tanpa disangka, tanah di sekeliling Abu Sulaiman tiba-tiba berubah menjadi emas. Sangat mengkilau. Bahkan sampai membuat silau Abu Sulaiman. Kejadian aneh itu membuatnya begitu segan terhadap si pemuda miskin tersebut. Oleh karenanya, ketika pemuda itu lewat di depannya, Abu Sulaiman tak berani menyapanya. Pemuda itu benar-benar terlihat berwibawa.

Beberapa hari setelah itu, Abu Sulaiman bertemu si pemuda. Pemuda itu sedang duduk di suatu tempat. Di sampingnya, ada sebuah kantong berisi air. Kesempatan kali itu dimanfaatkan Abu Sulaiman untuk meminta nasihat dan petuah darinya. Tanpa banyak bicara, pemuda itu lantas menumpahkan air yang ada di kantong itu. Air itu pun diserap/dihisap tanah. Ia lantas berkata, “Banyak bicara akan menghisap (menghapus/menyerap) amal-amal kebaikan. Seperti tanah yang menyerap air ini. Pergilah! Nasihat ini sudah cukup bagimu.”

Kisah yang termaktub dalam kitab ‘Uyun al-Hikayat karya Ibnu Jauzi. Apa yang dinasihatkan si pemuda kepada Abu Sulaiman agaknya perlu kita renungkan bersama: banyak bicara akan menghapus amal-amal kebaikan.

Dalam berbicara (dan yang lainnya), seseorang hendaknya selalu selektif. Mana yang harus diucapkan dan mana yang harus disimpan sendiri. Selain, tidak semua yang kita ketahui harus disampaikan kepada orang lain, sebagai seorang muslim dianjurkn untuk meninggalkan hal-hal yang tak ada gunanya. Sebagaimana sabda Nabi, “Di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tak bermanfaat” (HR. Tirmidzi)

 

Sumber:

Al-Tirmidzi, Abu Isa Muhammad bin Isa. al-Jami’ al-Kabir. Beirut: Dar al-Arab al-Islami, 1998.

Ibn al-Jauzi, Jamaluddin Abi al-Farj bin. ’Uyun al-Hikayat. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2019.