Komika Pandji Pragiwaksono kebanjiran mention. Ini terjadi setelah dia, lewat sebuah video, mengemukakan pendapat yang mengutip pendapat orang lain tentang pembubaran FPI. Kebetulan, pembicaraan Pandji melibatkan dua Ormas terbesar di Indonesia, NU-Muhammadiyah.
Bagi Pandji yang membandulkan opininya kepada seorang sosiolog, Thamrin Tomanggola, alasan kenapa FPI bisa besar adalah karena pintu mereka terbuka, sedangkan pintu ulama-ulama NU-Muhammadiyah dinilai terlalu elitis.
“Sering kejadian ada warga sakit, mau berobat gak punya duit, ke FPI, kadang kasih duit, kadang ngasih surat. Suratnya dibawa ke dokter jadi diterima. Kenapa seperti itu? kata Pak Thamrin Tomaggola, pintu ulama-ulama FPI terbuka untuk warga. Jadi orang mau datang bisa. Nah yang NU dan Muhammadiyah, karena terlalu tinggi dan elitis warga gak kesitu, warga ke nama-nama besar FPI,” kata Pandji.
Merespon pernyataan Pandji yang diduga merupakan hasil interview tahun 2012 itu, Ketua Bidang Kajian Strategis Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Nuruzzaman menilai bahwa pernyataan Pandji itu tak berdasar karena tak mengetahui realita yang terjadi di lapangan dan tak pernah belajar dari sejarah.
“Orang dia komedian. Ya Kita tertawain aja, kan sedang melucu. Ngapain serius-serius. Menurut saya karena memang Pandji ga tau saja. Pandji gak tau. Gak pernah mau belajar atau tidak buka sejarah,” kata Nuruzzaman, seperti dikutip CNNIndonesia, Kamis (21/1).
Tolong teman-teman jangan musuhi @panji
Suatu saat kalian akan paham bahwa melucu itu berat. https://t.co/Jca60OewiR— NU Garis Lucu (@NUgarislucu) January 20, 2021
Nuruzzaman mengatakan bahwa kiai dan tokoh-tokoh NU-Muhammadiyah sampai saat ini tak ada yang bersikap elitis. Menurut dia, banyak masyarakat di pelbagai penjuru Indonesia hidupnya sangat dekat dan bergantung pada kiai dan tokoh-tokoh NU dan Muhammadiyah.
Lebih lanjut, Nuruzzaman menegaskan bahwa NU dan Muhammadiyah telah memiliki peranan besar di tengah masyarakat selama ini. Dua ormas itu, kata dia, kerap kali mengisi pelbagai kekosongan pelayanan publik yang seharusnya menjadi kewajiban negara untuk membantu masyarakat.
“Itu sekolah-sekolah yang enggak terjangkau oleh negara sekalipun, misal SD Inpres ga ada [di suatu wilayah], tapi di situ ada SD Muhammadiyah, ada Madrasah Muhammadiyah atau ada pesantren NU,” kata dia.
Di lain pihak, tidak sedikit warganet yang menduga bahwa apa yang dikatakan Pandji itu adalah klaim ala masyarakat menengah Ibu kota yang jauh dari realitas di mana NU dan Muhammadiyah berakar.
Jadi, kalau FPI seolah-olah besar di kota seperti Jakarta, itu sebetulnya biasa saja, karena memang orientasinya adalah politis di tengah regional yang kental dengan kepentingan politik. Lebih dari itu, rupanya Pandji melupakan satu hal, bahwa FPI aja sering ngaku-ngaku kalau dia adalah “anaknya” NU kok…