Salah satu penyebab batal wudhu’ adalah keluarnya sesuatu dari qubul (kemaluan/alat vital) dan dubur, baik berupa angin ataupun cairan, seperti kentut, buang air kecil, ataupun buang air besar. Akan tetapi, ulama mengecualikan mani. Ketika keluar mani, wudhu tidak langsung batal. Meskipun demikian, orang yang keluar mani bukan berati dalam kondisi suci, mereka bisa dikatakan suci setelah mandi wajib.
Mungkin ada yang bertanya mengapa orang yang keluar mani tidak diwajibkan wudhu? Dalam kitab Taqrirat al-Sadidah dijelaskan bahwa keluar mani tidak membatalkan wudhu, tetapi diwajibkan mandi. Kalau ditimbang, antara wudhu dan mandi, mandi lebih berat ketimbang wudhu. Karena yang sudah berat sudah dilakukan, otomatis yang ringan tidak perlu dilakukan lagi.
Dalam kaidah fikih dikatakan, apabila sesuatu kewajiban yang lebih besar sudah dilakukan, maka kewajiban yang lebih kecil atau ringan daripada itu tidak perlu dilakukan lagi. Karena yang besar sudah mencakup yang kecil. Sebab itu, sebagian ulama berpendapat orang yang sudah melakukan mandi janabah atau mandi wajib boleh untuk tidak berwudhu’, karena mandi sudah paket komplit.
Tapi pendapat yang membolehkan tidak wudhu setelah mandi janabah ini perlu diperhatikan dan tidak bisa langsung diamalkan begitu saja. Ini bisa diamalkan kalau kita pada saat mandi atau setelahnya tidak melakukan hal-hal yang membatalkan wudhu, semisal menyentuh kemaluan, keluarnya madzi, buang air besar, ataupun buang air kecil.
Karenanya, kalau pada saat mandi atau setelahnya melakukan aktifitas yang membatalkan wudhu, dianjurkan untuk melakukan wudhu setelah mandi apabila ingin melakukan ibadah. Perlu diketahui, buang air kecil dan buang air besar tidak membatalkan mandi wajib. Hanya saja diharuskan wudhu setelahnya.