Alkisah, dalam sebuah pengembaraan, Dzun Nun al-Mishri memasuki wilayah di sekitar sungai Nil Mesir yang masyhur. Sungai Nil memang menyimpan misterinya sendiri. Tanpa diduga, Dzun Nun mengalami tiga kejadian aneh sepanjang perjalanannya menyusuri sungai besar di Mesir ini.
Kejadian pertama, setelah sejanak menyusuri tepian sungai yang indah itu, Dzun Nun bertolak menuju area pesawahan. Ternyata, di sana Dzun Nun bertemu dengan seorang perempuan berkulit hitam menggenggam bulir gandum di hadapannya. Perempuan itu tampak menggosok-gosok bulir gandum itu di tangannya, tetapi tiba-tiba enggan meneruskan dan mengabaikan pekerjaannya.
Perempuan tersebut terlihat oleh Dzun Nun sedang menangis sambil berkata, “Wahai Dzat yang menaburkan benih gandum kering di bumi-Nya padahal sebelumnya dia tidak berarti apa-apa. Engkaulah yang menjadikannya rerumputan, kemudian menumbuhkannya sebagai batang tanaman gandum yang berdiri dalam bentuk cipataan-Mu. Engkau ciptakan pada tanaman itu biji-bijian yang tersusun rapi, dan merawatnya lalu menjadikannya sempurna, sedangkan Engkau Maha Kuasa.”
Perempuan itu kemudian bertanya-tanya, “Aku heran bagaimana Dzat yang mempunyai kehendak seperti ini tidak ditaati? Aku juga heran, bagaimana Dzat yang seperti ini ciptaannya masih saja dikeluhkan?”
Dzun Nun kemudian mendekati perempuan tersebut, dan berkata, “Siapa gerangan yang mengeluhkan harapan orang-orang yang berharap?”
Si perempuan lalu menjawab, “Wahai engkau Dzun Nun! Jika engkau sakit, maka jangan engkau keluhkan penyakitmu kepada makhluk sepertimu, tetapi mintalah obatnya dari Dzat yang mendatangkan cobaan itu kepadamu. Semoga kesejahteraan tercurahkan untukmu. Aku tidak ada waktu berdiskusi dengan orang yang nganggur.”
Kisah lainnya yang dialami Dzun Nun di tepian sungai Nil adalah ketika Dzun Nun menyelamatkan seorang anak dari terkaman buaya. Suatu ketika saat menyusuri tepian sungai Nil, Dzun Nun mendengar tangisan seorang perempuan. Sambil tergopoh-gopoh mencari asal muasal tangisan itu, Dzun Nun menemukan seorang perempuan sedang menangis dan berteriak-teriak histeris. Dzun Nun dengan sigap kemudian menghampiri wanita itu dan bertanya, “Mengapa engkau menangis? Ada apa?”
Wanita itu menjawab sambil tersedu, “Tadi buah hatiku sedang berada dalam dekapanku. Tiba tiba saja seekor buaya muncul dan merampas anakku dari tanganku.”
Dzun Nun merasa iba, dan berkata kepada sang ibu akan membantu mengembalikan anaknya. Dzun Nun kemudian menggelar sajadah, melaksanakan shalat dua rakaat, dan membaca beberapa doa. Tidak lama kemudian, tiba-tiba seekor buaya besar keluar dari air sungai Nil dengan terdapat si anak di mulutnya. Buaya itu kemudian meletakkannya di tepi sungai dan kembali lagi menyelam ke dalam sungai, sehingga sang anak bisa kembali kepada ibunya dengan selamat.
Kisah ketiga yang dialami Dzun Nun al-Mishri adalah ketika dia bertemu dengan sosok perempuan yang berdoa dengan sungguh sampai pingsan. Pada suatu hari, Dzun Nun al-Mishri sedang berjalan di pinggiran sungai Nil. Di pinggiran sungai tersebut, Dzun Nun bertemu dengan seorang perempuan yang sedang berdoa.
Dalam doanya perempuan tersebut mengucapkan;
“Wahai Dzat yang selalu disebut sebut oleh lisan makhluk yang berbicara. Wahai Dzat yang ada di hati orang-orang yang berdzikir. Wahai Dzat yang ada dipikiran orang-orang yang memuji. Wahai Dzat yang menguasai jiwa orang-orang yang bertindak semena-mena dan sombong. Engkau benar-benar mengetahui apa yang telah aku perbuat. Wahai tumpuan harapan orang-orang yang berharap!” Tak lama setelah berkata seperti itu, perempuan tersebut berteriak lalu pingsan.
Dzun Nun al-Mishri merupakan salah satu kekasih Allah Swt, yang mempunyai banyak karomah. Sehingga banyak sekali kisah-kisah tentangnya, dan diantara kisah-kisah tersebut banyak juga yang menjelaskan kisah-kisah pertemuannya dengan para perempuan yang menjadi kekasih Allah Swt. Kisah di atas bisa ditemukan di dalam kitab Hilyatul Auliya’ wa Tabaqat al-Asfiya’ karya Abu Nu’aim al-Asfahani.
Hanya saja, dalam kisah-kisah tersebut tidak dijelaskan siapa nama perempuan-perempuan yang juga kekasih Allah Swt. Namun hal tersebut setidaknya telah membuktikan bahwa kaum perempuan juga mempunyai banyak andil dalam dunia tasawuf, hanya saja nama-nama mereka samar dan tidak tercatat secara jelas dalam literatur-literatur sejarah peradaban Islam.