Habib Syech dan Habib Munzir (Allah yarham) merupakan dua ulama besar pemimpin majelis maulid dan shalawat dengan jumlah massa yang besar di Indonesia. Habib Syech Abdul Qadir Assegaf dengan jamaah Ahbabul Musthofa, memiliki ribuan bahkan ratusan ribu jamaah yang utamanya terkonsentrasi di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sementara Habib Munzir Al-Musawa dengan Majelis Rasulullahnya, menjadi bagian tidak terpisahkan dari denyut tradisi keislaman warga ibu kota DKI Jakarta.
Beliau berdua menjadi tokoh panutan jutaan umat Islam di Indonesia, bahkan luar negeri. Habib Syech pun cukup dikenal di negeri Jiran (Malaysia dan Singapura) hingga beberapa kali mendakwahkan shalawat dan mauid Nabi SAW di sana.
Dengan ribuan jamaah militannya, Habib Syech dan Habib Munzir belakangan dikenal sebagai pendakwah yang tiap gelaran majelis shalawatannya selalu dihadiri ribuan jamaah yang militan. Namun, tak banyak yang mengetahui bagaimana awal perjalanan dakwah beliau berdua, sampai pada pertemuan beliau sehingga akhirnya menjadi sahabat karib.
Habib Syech menceritakan awal mula perkenalannya dengan Habib Munzir Al-Musawa. Dalam sebuah video rekaman pengajiannya, Habib Syech mengenang masa-masa perjuangannya bersama Habib Munzir dan awal perkenalan beliau berdua.
“Waktu itu pertama saya kenal sama Habib Munzir, perkenalan saya sama beliau, saya tidak tahu itu Habib Munzir.” Kata Habib Syech membuka kisahnya.
“Saat itu saya di stasiun Solo, mau pergi ke Jawa Timur. Saat saya di kereta, di dalam kereta tahu-tahu ada anak muda. Dia memakai imamah, waktu itu memakai jubah warnanya biru. Saya lewat, saya lirik saja waktu itu. Tidak kenal saya.”
Singkat cerita, di dalam kereta itu mulailah perkenalan beliau berdua. Setelah mengobrol, keduanya ternyata berangkat sendiri-sendiri. Habib Syech menuju ke Surabaya, Habib Munzir saat itu sedang menuju ke Bangil. Yang menjadi kekaguman Habib Syech, Habib Munzir saat itu belum tahu yang namanya Bangil sama sekali.
“Habib Munzir duduk di gerbong depan, saya di gerbong belakang. Waktu itu beliau tidak tahu Bangil di mana, dan tidak ada yang jemput. Lalu saya carikan taksi, ini di antarkan ke Bangil, antarkan sampai ke masjid Kauman. Saya melanjutkan acara saya di Surabaya.”
Yang menjadi catatan dari pertemuan dua Habib ini adalah tentang keikhlasan seseorang dalam merintis dakwah. Ribuan jamaah besar yang beliau berdua pimpin sekarang, harus dilihat juga dari sisi bagaimana perjuangan memulainya.
Habib Syech mengatakan: “Ini, lho, dakwah awalnya. Jadi, orang itu jangan lihat akhir. Kalau lihat akhir saja, enak. Awal dakwahnya Habib Munzir, tidak ada yang mengantar, tidak ada yang menjemput.”
Allah rupanya mempertemukan dua pendakwah muda itu di dalam sebuah kereta. Dengan tujuan sama-sama ingin mendakwahkan shalawat dan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. Maka dari itu, dalam istilah yang disebutkan Habib Syech, keduanya memiliki GPS dan rute yang sama sehingga dipertemukan.
“Subhanallah, perjumpaan itu membawa berapa kali perjumpaan selanjutnya. Kecintaan yang luar biasa. Kontak dan ‘GPS’nya sama. Jadi GPSnya ini rutenya sama, rute ke surga, juga melalui shalawat.”
Sejak saat itu keduanya menjadi sahabat karib, sampai kemudian maut memisahkan sejak Habib Munzir Al-Musawa tutup usia pada tahun 2013. Semoga kita semua mampu meraih keteladanan dari beliau berdua.