Umar bin Abdul Aziz merupakan seorang putra dari Syiria, nama lengkapnya adalah Abu Hafash Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin al-Hakam Ibnul Ash bin Umaiyyah bin Abdi Syamas bin Abi Manaf bin Qusay bin Kilab. Ia lahir pada tahun 61 H.
Ibunya bernama Laila Ummu Ashim binti Ashim bin Umar bin Khattab (dikenal dengan julukan Abu Hafis). Sedangkan ayahnya bernama Abdul Aziz bin Marwan bin al-Hakam, pernah menjadi gubernur di Mesir selama 20 tahun dan termasuk gubernur terbaik Bani Umayyah.
Berbicara terkait sejarah, sebelum diangkat menjadi khalifah, Umar sempat menjadi gubernur di Madinah pada masa khalifah al-Walid bin Abdul Malik. Setelah meninggalnya al-Walid, jabatan khalifah digantikan oleh saudaranya yakni Sulaiman bin Abdul Malik.
Kepemerintahan Sulaiman hanya berjalan tiga tahun, lantaran sakit. Sebelum meninggal (pada tahun 716 M), Sulaiman berwasiat kepada Umar agar menggantikan dirinya sebagai khalifah. Ia pun dibaiat sebagai khalifah pada hari Jum`at.
Dibaiatnya Umar membawa dampak baru terhadap rakyat. Perubahan seluruh kebijakan dirasakan betul, begitu pun perihal ekonomi. Lalu apa saja pemikiran dan kebijakan ekonomi yang dilakukan Umar?
Pertama, mengembalikan hak-hak rakyat yang pernah diambil oleh pejabat secara zalim.
Pada awal kekhalifahan, Umar membuat kebijakan untuk mengambil kembali harta dari keluarga Bani Umayyah yang didapatkan secara zalim. Harta yang didapatkan secara zalim ini kemudian dikembalikan kepada pemilik semula, dan sebagian dimasukkan ke kas Baitul Maal jika status harta tersebut tidak diketahui oleh pemiliknya.
Lantas atas kebijakan tersebut, membuat beberapa rakyatnya mengadukan kezaliman yang dialami. Suatu ketika ada rakyat mengadu kepadanya, dengan membawa bukti perihal kios yang diambil oleh Ruh bin Walid bin Abdul Malik. Seketika itu juga, ia memerintahkan Ruh untuk mengembalikan kios tersebut dan memberi ketegasan apabila tidak dikembalikan, maka akan dipancung lehernya. Akhirnya kios tersebut dikembalikan kepada yang berhak.
Kedua, mencetuskan ekonomi bebas terikat.
Mengenai kebijakan ekonomi bebas terikat, Umar tidak ikut campur dan melarang pejabat untuk intervensi terhadap harga suatu barang. Akan tetapi ia tetap membatasi kebebasan tersebut. Ia secara tegas melarang dan memperjualbelikan barang haram seperti khamr.
Adapun riwayatkan dari Abdurrahman bin Syauban:
“Aku pernah bertanya kepada Umar, “Wahai amirul mukminin, Mengapa harga pada masa pemerintahanmu sangat mahal, padahal harga pada masa pemerintahan sebelumnya sangat murah?”
Kemudian Umar menjawab, “Sesungguhnya pemerintahan sebelumku selalu membebankan kepada ahlu dzimmah beban yang sangat berat di luar batas kemampuan mereka, hingga mereka tidak mau lagi memperdagangkan barang mereka atau merendahkan harga serendah-rendahnya. Sementara aku tidak membebankan kepada siapapun kecuali sebatas kemampuannya, aku membebaskan rakyat untuk menjual barangnya sesuai keinginan mereka sendiri.”
Lalu aku bertanya kembali, “Mengapa tidak engkau tetapkan harganya saja?” Ia menjawab, “Kita tidak mempunyai hak dalam menentukan harga, Allah yang akan menentukannya (apabila barang yang dijual jauh di atas harga sebenarnya, maka dengan sendirinya barang tersebut tidak akan dibeli).”
Ketiga, perhatian dalam bidang pertanian.
Umar juga sangat memperhatikan nasib para petani dan berusaha keras untuk mengangkat kesulitannya. Pernah suatu kali pasukan dari negeri Syam melewati sebuah ladang milik seorang petani, lalu mereka merusak ladang tersebut. Maka ketika petani tersebut mengadukan perbuatannya, ia memerintahkan agar para pasukan yang merusak tadi membayar 1.000 dirham sebagai ganti rugi.
Umar pun tidak segan-segan memberikan pinjaman (tanpa bunga) kepada para petani. Perhatian ini dapat dilihat dalam surat yang ditulis kepada pejabatnya:
“Lihatlah orang yang berkewajiban untuk membayar jizyah, namun ia tidak mampu untuk mengelola lahannya, maka pinjamkanlah sejumlah uang agar ia dapat kembali mampu bekerja di ladangnya.”
Keempat, menghapus pajak yang memberatkan.
Umar dalam kebijakannya, juga menghapus pajak yang dirasa tidak perlu dan menghapus biaya-biaya yang dipungut oleh para petugas. Sebelum masa kepemimpinan Umar, memang pajak sering dipungut oleh petugas di kota Basrah, seperti percaloan dan penjagaan hasil pertanian.
Hal ini karena di bidang perdagangan sebelumnya terjadi pungutan-pungutan selain usyr yang memberatkan. Umar pun akhirnya melakukan penertiban dan menghapus semua biaya-biaya tambahan selain usyr. Dari kebijakan ini membuat beban yang dirasakan rakyat semakin ringan.
Kelima, membangun fasilitas umum.
Demi mewujudkan perkembangan perekonomian yang semakin maju, Umar tidak segan-segan menggelontorkan uang negara untuk pembangunan fasilitas umum dan sarana perekonomian dalam negara. Buktinya, pembangunan ini direalisasikan sejak ia menjadi gubernur Madinah pada saat kekhalifahan Walid bin Abdul Malik.
Saat itu Umar merencanakan pembangunan lorong di tebing dan menggali sumber air di Madinah. Setelah mendapat persetujuan dari al-Walid, ia segera membangun proyek tersebut. Sumur yang dibangun dinamakan Bi`rul Hafir. Selain itu ia juga memberikan izin kepada pejabat Basrah yang merencanakan pembuatan sungai di wilayah mereka. Sungai tersebut dinamakan dengan sungai adiy.
Di sisi lain, saat Umar menjadi khalifah, ia melanjutkan proyek yang sempat terhenti pada masa khalifah sebelumnya, di teluk antara sungai nil dan laut merah, proyek ini berguna untuk mempermudah pemindahan bahan-bahan makanan dari Mesir ke kota Mekah.
Pada akhirnya, kepemimpinan Umar tidak berlangsung lama. Ia menghembuskan nafas terakhir di hari Jumat pada usia tiga puluh sembilan tahun, di Dir Sim`an, sebuah kota Himsh, pada tanggal 20 Rajab, tahun 720, bulan rajab. Setelah memimpin kurang lebihnya 2 tahun 5 bulan.
Ada dua riwayat berbeda yang menyatakan wafatnya Umar. Pertama, akibat sakit, karena saking lelahnya bekerja terus-menerus siang dan malam tanpa beristirahat yang cukup.
Kedua, dalam riwayat lain Umar meninggal karena diracun oleh pelayannya sendiri, yang dibayar seribu dinar dan akan dibebaskan dari perbudakan. Setelah diketahui akan perbuatan sang pelayan, ia menyuruh untuk mengambil uang tersebut dan segera mengembalikannya ke Baitul Maal. Lalu menyuruhnya pergi ketempat yang tidak diketahui oleh seorang pun. (AN)