Kita amat sering menemukan kutipan hadis yang bertutur tentang umat Rasulullah Saw akan terpecah-belah menjadi 73 golongan dan hanya satu golongan yang akan masuk surga. Siapa satu golongan itu?
Tak ayal, kita gemar sekali saling rebut, klaim, bahkan tikung dan menjatuhkan: menabalkan diri sebagai bagian dari satu golongan beruntung itu sembari membenamkan golongan-golongan lain yang berbeda shaf.
Sungguh sebuah panorama berislam yang ironis. Katanya, harus nyedulur, sesaudara, ittiba’ Rasul Saw yang pernah bersabda “Tidaklah beriman salah satu kalian sampai mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri….”
Ironis, ya. Ya, sangat ironis. Tepat di waktu yang sama, kita abai saja bahwa ada keterangan lain yang mengatakan–dan ini banyak sekali dinukil dalam kitab-kitab tafsir—bahwa semua golongan umat Rasul Saw itu akan masuk surga (selamat), kecuali satu golongan saja.
Baiklah, mari sekarang coba kita kulik dengan pertanyaan yang sangat ambisius ini: “Berapa banyak umat manusia yang akan masuk surga Allah Swt?”
Ibnu Katsir pada bagian tafsir surat Ali Imran ayat 110 (ayat ini bertutur tentang khairu ummat atau umat terbaik sebagai prototip ideal umat Islam), mencantumkan hadis dari Anas bin Malik, begini:
Rasulullah Saw bersabda: “Tujuh puluh ribu dari umatku akan masuk surga.” Para sahabat berkata, “Tambah lagi wahai Rasulullah Saw.” Rasulullah Saw bersabda, “Setiap orang dari mereka membawa serta tujuh puluh ribu orang lainnya.” Para sahabat berkata, “Tambah lagi wahai Rasulullah Saw.” Saat itu beliau Saw sedang berada di atas gundukan pasir, lalu beliau bersabda, “Demikianlah.” Sembari memberi isyarat dengan menciduk pasir dengan tangan beliau. Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah Saw, semoga Allah Swt menjauhkan orang yang masuk neraka setelah ini dari rahmatNya.”
Ibnu Katsir juga mencantumkan hadis dari Abu Bakar bin Anas, dari Abu Bakar bin Umair, dari ayahnya, bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah Swt telah menjanjikan padaku bahwa Dia akan memasukkan tiga ratus ribu orang dari umatku ke dalam surga tanpa hisab.” Umair bekata, “Wahai Rasulullah Saw, tambah lagi.” Maka Beliau Saw memberi isyarat demikian (cidukan pasir) dengan tangan beliau. Umair berkata, “Wahai Rasulullah Saw, tambah lagi.” Umar bin Khattab berkata, “Cukuplah. Sesungguhnya jika Alah Swt berkehendak niscaya Dia memasukkan seluruh manusia ke dalam surga dengan sekali cidukan.” Maka Rasulullah Saw bersabda, “Umar benar.”
Total ada 23 hadis yang dicantumkan Ibnu Katsir perihal tema ini. Anda bisa membayangkan berapa banyak lagi nukilan hadis hingga atsar dalam kitab tafsir At-Thabari, ya.
Mari kita coba kalkulasi.
Jika angka 70.000 orang dikalikan 70.000 orang lagi, hasilnya sejumlah 4.900.000.000 orang. Banyak, ya? Kalau dibandingkan populasi manusia sejak Nabi Adam As hingga kiamat, jelas tak banyak. Apakah kita termasuk di dalamnya?
Kini mari pikirkan perihal “satu cidukan pasir di tangan Rasulullah Saw”. Coba Anda ambil segenggam pasir di tangan kanan, lalu hitung, berapa banyak jumlahnya? Niscaya Anda takkan bisa menghitungnya dengan pasti. Ketidakpastian jumlah tersebut dikarenakan saking banyaknya, bahkan dapat kita terjemahkan sebagai “tak terbatas”. Kepastiannya adalah semata waLlahu a’lam.
Lalu masukkan ucapan Sayyidina Umar bin Khattab tersebut: “Sesungguhnya jika Alah Swt berkehendak niscaya Dia memasukkan seluruh manusia ke dalam surga dengan sekali cidukan.” yang dibenarkan Rasulullah Saw.
Jadi, apa gerangan yang sulit bagi Allah Swt untuk, umpamanya, memasukkan seluruh manusia ke dalam surgaNya yang seluas langit dan bumiNya yang tak bisa kita bayangkan hamparan ruangnya?
Lantas, mengapa kita masih juga cenderung mereduksi rahmatNya, ridhaNya, maghfirah-Nya, dan Rahman Rahim-Nya atas dasar hawa nafsu kita agar diri dan kelompok kita saja yang dipastikan masuk surgaNya, atau atas dasar ilmu kita yang tiada bandingan apa pun dibanding ketakterbatasan IlmuNya?
Dan, mengapa kita gemar memilih berpikir pesimis begitu rupa di hadapan “satu cidukan pasir” yang tak terhitung lagi jumlahnya itu?
Plus, Mengapa Kemahakuasaan Allah Swt malah cenderung kita kecil-kecilkan begini dan begitu? Sejak kapan kita mendapat mandat dariNya untuk memastikan kami ahli surga dan kalian bukan ahli surga? Atas dasar apa?
Sungguh semua itu adalah semata penalaran-penalaran yang benar-benar tak laik dilakukan oleh sesama manusia kepada manusia lainnya….
Saya ingin menukilkan satu hadis lagi dari riwayat Ibnu Abbas ini. Rasulullah Saw bersabda:
“Umat-umat diperlihatkan kepadaku. Aku melihat seorang Nabi bersama satu kelompok kecil orang. Aku melihat seorang Nabi bersama satu dua orang pengikut saja. Bahkan aku melihat seorang Nabi tapa seorang pun pengikut. Tiba-tiba diperlihatkan kepadaku satu kelompok orang yang berjumlah sangat banyak, aku kira mereka umatku, tapi ternyata dikatakan kepadaku, ‘Ini Musa bersama dengan kaumnya. Akan tetapi lihatlah ke ufuk.’ Aku pun melihat ke ufuk, ternyata di sana ada sekelompok orang dalam jumlah yang sangat besar. Lalu dikatakan kepadaku, ‘Lihatlah ke ufuk yang lain.’ Dan ternyata di sana ada sekelompok orang dalam jumlah yang sangat besar. Lantas dikatakan kepadaku, ‘Ini umatmu, bersama mereka ada tujuh puluh ribu orang lagi yang akan masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab.”
Bisakah akal dan ilmu kita menghitung dan menakar jumlah yang sangat besar yang ada di ufuk itu?
Tentu takkan pernah bisa, persis takkan pernah bisanya kita mengukur-ukur ridha, rahmat, dan ampunan Allah Swt kepada siapa pun yang dikehendakiNya, yang bisa saja meliputi seluruh manusia yang beriman dan berbuat kebaikan-kebaikan apa saja sepanjang sejarah dunia ini.
WaLlahu a’lam, mari katakan selalu, waLlahu a’lam. Semoga Allah Swt mengampuni kita semua, mengaruniakan ridha dan rahmatNya kepada kita semua.
BACA JUGA Saya Kulit Hitam, Apakah Bisa Masuk Surga? Jawaban Rasulullah Mengharukan Atau Artikel-artikel Menarik Lainnya di Sini