Salah satu keberkahan bangsa Indonesia adalah di negeri ini lahir banyak ulama yang kelak banyak diakui oleh dunia. Sederet nama-nama besar seperti Syeikh Yasin al-Fadani, Syeikh Nawawi al Bantany sampai pada KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari. Ulama memang tidak dapat dipisahkan dalam tiap perjalanan bangsa Indonesia, pengaruh ulama sampai saat ini telah mengiringi perjalanan kerberagamaan masyarakat Indonesia sampai ke pelosok negeri. Di Indonesia Timur kita mengenal sederet nama besar pula seperti Syeikh Abdul Ghani al Bimawy, Syeikh Umar as Sumbawy, dan Syeikh Ibrahim al Khulusi.
Nama-nama besar itu kemudian dikenal oleh masyarakat Arab atau lebih tepatnya di Haramain sebagai koloni Jawi, mereka membentuk jaringan yang dikenal sebagai jaringan ulama Nusantara. Jika ditelusuri, ulama Nusantara saling terhubung antara satu dengan yang lainnya dalam sanad keilmuan atau nasab. Nama besar ulama yang wafat bias dipastikan tumbuh kembali baik dari jalur keilmuan (murid) atau nasab (anak) dari seorang ulama.
Begitu pula yang terjadi di Bima. Selain mengenal sederet nama ulama besar yang telah disebutkan di atas, perjuangan ulama Bima dilanjutkan oleh salah satu ulama abad 20 yang dikenal sebagai ulama hadis yaitu TGH. M. Said Amin.
Lahir pada tanggal 1 Januari 1936, di desa Tawali kecamatan Wera kabupaten Bima, Tuan Guru H.M. Said Amin lahir dari pasangan H.M. Amin Hasan dan Hj. Thaifah Sanghaji, lahir sebagai anak ketiga dari delapan bersaudara. Sedari kecil M. Said langsung dibawah bimbingan sang ayahnya langsung sebagai guru ngaji. Rumahnya merupakan tempat masyarakat sekitar untuk belajar dan menimba ilmu agama.
Pada tahun 1947 M. Said kecil mengajukan diri untuk menuntut ilmu di Makkah. Namun permintaan itu ditolak karena beliau belum memenuhi syarat umur yang saat itu masih berumur 11 tahun. Kemudian pada tahun 1948 barulah keinginan untuk menuntut ilmu di Makkah tercapai, dengan diantar oleh pamannya yaitu H.M. Ali bersama rombongan haji dari tanah Bima.
Di Makkah beliau disekolahkan di Madrasah Darul Ulum yang sedang digawangi oleh dua ulama Nusantara yaitu Syeikh Mansur dari Palembang dan Syeikh Yasin dari Padang. Salah satu gurunya juga berasal dari pulau yang sama, yakni Syeikh Umar yang berasal dari Sumbawa.
Sebagai seorang murid, kecerdasaannya telah nampak dari berbagai prestasi yang telah diraih. Seperti pada kelas 5 mendapat juara 1 dan diangkat menjadi ketua kelas. Setelah di Madrasah Darul Ulum, beliau melanjutkan Pendidikan di Madrasah al-Falah yang juga melanjutkan prestasi dengan selalu mendapat juara. Mendapat bimbingan dari ulama ternama seperti Syeikh Muhammad al-Arabi al-Tijani dan mendapat ilmu Tafsir dari gurunya itu, mendapat Ilmu Hadis dibawah bimbingan Syeikh Muhammad Nursyef dan juga dibimbing oleh Syeikh Alwi Abbas al Maliki.
Pada bidang Fiqh, M. Said berguru pada Syeikh Muhammad An’am. Adapun di bidang ilmu Tauhid di bawah bimbingan Syeikh Muhammad Hasan as-Sanari. Sedangkan pada ilmu sastra dan Bahasa Arab dibawah bimbingan Syeikh Musthafa Turayyah Saraf. Beliau juga belajar Bahasa Inggris pada Ust. Abdul Aziz, belajar Bahasa Perancis pada Ust. Zaki Awad.
Kelak modal ini membuat beliau dikenal sebagai ulama serba bisa. Selain dikenal sebagai ulama dengan keluasaan ilmu agama, beliau juga dikenal cerdas di ilmu-ilmu umum dan juga bahasa asing seperti Bahasa Arab, Inggris dan Prancis.
Yang paling berkesan baginya adalah mendapat ijazah dari Syeikh Yasin al Fadani dalam ilmu hadis. maka dari itulah beliau dikenal sebagai ulama hadis dengan menguasai kitab hadis Mu’tabarah seperti kitab Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Daud dan banyak lagi (baca: Geneologi Intelektual dan Pemikiran Hukum Islam TGH.M.Said Amin, karya Muhammad Mutawali).
Sekembalinya ke tanah Bima, kemudian diangkat guru PGAP Bima sampai tahun 1965, kemudian tahun 1956-1967 diangkat menjadi guru di PGA M. Salahuddin. Diangkat sebagai anggota DPRGR Kabupaten Bima pada tahun 1966-1971 dan pada tahun 1984 diangkat menjadi Hakim Pengadilan Agama Bima sampai pada tahun 1996.
Selain menjabat dalam lingkungan pemerintahan, beliau juga dikenal sebagai seorang organisatoris karena pernah tercapat Sekretaris Ikatan Pelajar Bima-Dompu di Makkah pada tahun 1952-1957, pada tahun 1966-1980 menjadi Ketua III NU cabang Bima, menjadi pengurus di Yayasan M.Salahuddin Bima. Tidak hanya sampai disitu, beliau kemudian mendirikan berbagai Lembaga Pendidikan yang sampai saat ini masih berjalan seperti Pondok Pesantren Al-Amin Bima, STIS Ittihad Bima, MA Plus Ittihad, MTs La Hami dan RA Al-Amin.
Pada tahun 2015 beliau berpulang, tepatnya pada 30 April 2015 di umur 79 tahun. Beliau meninggalkan kita semua. Beliau adalah satu dari sekian ulama nusantara yang pernah dimiliki bangsa ini, kecintaannya terhadap bangsa yang mendorongnya untuk berbuat mendidik dan mengabdi pada masyarakat Bima. [rf]