Zaynab al-Ghazali, nama lengkapnya adalah Zaynab Muhammad al-Ghzali al-Zubayli. Ia dilahirkan pada tanggal 2 Januari 1917 M di Mayeet Gumar al-Daqiliyah, daerah Buhairah, Mesir. Ia mempunyai nasab yang mulia, ayahnya dari keturunan khalifah Umar al-Khattab ra. sedangkan, ibunya keturunan saiyidina al-Hasan bin Ali bin Abi Talib..
Ketika ia masih kecil, ayahnya sering membawanya untuk menunaikan shalat subuh di masjid dan menghadiri majlis-majlis taklim yang turut dihadiri oleh ulama-ulama al-Azhar. Zaynab tumbuh menjadi seorang perempuan intelektual, terbukti ia menguasi beberapa ilmu seperti hadis, fikih, dan tafsir. Masa pendidikannya ia habiskaan di al-Azhar Mesir. Setelah ayahnya wafat, Zaynab dan keluarganya pindah ke Kairo.
Sejarah kebangkitan Zaynab bermula ketika usia remaja sekitar tahun 1936, dengan mengikuti anggota Kesatuan Wanita Mesir yang pada saat itu dipimpin oleh Huda Shaarawi. Semangat juang berdakwah tetap berkobar menyatu dalam kalbu Zaynab. Hal itu terbukti ketika ia berumur 20 tahun, musibah menimpanya wajah dan bagian tubuhnya terkena luka bakar. Namun, seiring berjalannya waktu, luka itu sembuh, lalu ia melanjutkan untuk meneruskan dakwah membela kaum perempuan, memperjuangkan hak-hak perempuan pada masa itu.
Zaynab adalah sosok perempuan tangguh, ia rela bercerai dengan suami pertamanya karena ia terlalu aktif dalam dunia dakwah, Selain seorang mujahidah, ia juga salah satu mufasir perempuan yang produkif. Hal ini terbukti ketika ia mempunyai kitab tafsir utuh 30 Juz bernama Nadzarat fi Kitabillah. Ciri tafsirnya: membela hak-hak perempuan dengan menyelamatkan mereka dari nilai-nilai negatif dan mendorong mereka berpegang teguh pada nash-nash syari’at.
Pada tahun 1937 Zaynab mendirikan organisasi Persatuan Wanita Muslimah (Jama’at al-Sayyidat al-Muslimat). Tujuan organiasasi tersebut untuk menyeru, menuntut dan mengajak umat Islam kembali pada ajaran agama yang benar. Sebagai seorang pendakwah, ia mengadakan kelas-kelas pengajian di seluruh masjid Mesir mulai dari Masjid al-Imam Syafi’i, al-Jami’ al-Azhar dan Masjid Ahmad Tolon.
Seiring berjalannya waktu, organisasi yang dirintis oleh Zaynab di atas berkembang begitu pesat, banyak sekali kaum perempuan yang ikut berjuang dengannya. Oleh karena itu, salah satu target yang ingin ia capai adalah melahirkan sosok pendakwah dari kalangan perempuan. Perjuangan dakwahnya telah membawa ideologi baru dalam mengangkat kedudukan hak perempuan, terutama dalam aspek sosial, ekonomi, politik, pendidikan.
Dalam Zainab Al-Ghazali: Sejarah Kebangkitan Mujahidah Islam di Mesir karya Ummi Zainab Mohd Ghazali & Muhammad Azizan Sabjan yang diterbitkan dalam Journal of Islamic Social Sciences and Humanities, VOL. 19 (OCT.) 2019 disebutkan bahwa pada tahun 1952, ketika Mesir diperintah oleh Jamal Naser, organisasi Persatuan Wanita Muslimah dibubarkan karena difitnah menentang rezim pada masa itu. Pada masa itu, rezim menawarkan agar Zaynab berhenti berdakwah dengan ditawari sebuah jabatan untuk menjadi seorang menteri. Namun Zaynab menolak karena hidupnya memang dikhidmatkan untuk berdakwah berjuang demi tegaknya kebenaran.
Perjuangan Zaynab dipenuhi lika-liku, ia pernah ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara yang dipenuhi anjing-anjing yang kelaparan. Ia dihukum kurang lebih 25 tahun. Namun ada karamah tersendiri bagi Zaynab, meskipun berada di dalam penjara yang dipenuhi anjing-anjing yang kelaparan, tubuh Zaynab tidak digigit oleh bintang tersebut, tak lain itu semua berkat lindungan Allah dan keikhlasannya menegakkan agama Islam.
Zaynab mengajarkan kita bagaimana menjadi seorang perempuan yang tanguh membela hak-hak perempuan dan ikhlasnya berjuang. Beliau telah menghabiskan seluruh hidupnya dalam gerakan dakwah demi menegakkan syiar Islam di Mesir. Ia rela meninggalkan keluarga tercintanya, ia rela berpisah dengan suami pertamnya karena ia jarang ada di rumah demi kemaslahatan umat. Ia rela hidup dalam penjara yang dipenuhi anjing-anjing kelaparan demi tegaknya kebenaran. (AN)
Wallahu a’lam.