Kemajuan teknologi dalam bidang komunikasi dan informasi telah membawa kita pada suatu kondisi di mana Informasi datang begitu cepat meski tidak diminta. Keberadaan internet semakin mempermudah masyarakat untuk mengakses informasi. Salah satunya adalah mengenai wabah corona yang saat ini sedang ramai-ramainya dibincangkan. Sayangnya, tidak semua informasi itu adalah fakta. Pengalaman penulis menemukan bahwa selain mendapat informasi valid mengenai virus corona, masyarakat kita juga menyerap informasi yang tidak benar. Dan parahnya informasi itu dipercaya begitu saja lalu disebarkan lebih luas lagi.
Kasus yang kerap kita temukan biasanya berupa video atau gambar yang disertai tulisan provokatif yang menjelaskan mengenai hal-ihwal Covid-19. Misalnya video yang menyatakan bahwa ada banyak orang Cina yang mendadak masuk Islam demi terhindar dari Covid-19. Informasi ini penulis dapat dari cerita kakak penulis yang mendapatkan informasi tersebut dari tante. Katanya, tante mendapatkan informasi tersebut dari media sosial. Informasi tersebut nampak begitu meyakinkan karena menyertakan video orang-orang bersyahadat.
Rupanya bukan hanya kakak dan tante penulis yang notabenenya adalah orang desa saja yang langsung percaya pada informasi tersebut. Seorang penceramah yang tidak perlu saya sebutkan namanya pun dengan nada menggebu-gebu menyampaikan informasi tersebut pada jamaahnya. Ia menekankan bahwa masjid dapat menyelamatkan orang-orang dari virus corona. Sehingga orang-orang Cina berbondong-bondong ke masjid, sampai-sampai ada yang sholat dengan menghadap kiblat yang salah karena saking semangatnya masuk Islam. Bahkan si penceramah juga menambahkan bahwa narasi untuk tidak berjamaah ke masjid adalah gagasan zionis yang ingin menghancurkan Islam.
Penulis yang merasa janggal mendengar informasi ini spontan saja menyimpulkan kalau itu adalah hoax. Demi membenarkan opini pribadi ini, penulis coba cek fakta mengenai hal tersebut. Dan benar saja, ini adalah hoax. Orang-orang dalam video itu bukanlah orang Cina melainkan Filipina, dan video itu diambil jauh sebelum virus corona pertama teridentifikasi. Untuk kaitannya dengan zionis, penulis belum mengetahui sumbernya, dan oleh karena itu lebih memilih untuk tidak percaya.
Kasus lain, seorang teman saya dari desa cerita bahwa dampak virus corona sudah begitu mengerikan sampai orang-orang berjatuhan pingsan di jalan dengan tiba-tiba. Dia bercerita bahwa peristiwa tersebut terjadi di Jakarta. Sekali lagi, penulis ragu akan hal ini. Rupanya memang gambar orang pingsan dan jatuh di jalan yang dikatakan sebagai korban virus corona ternyata hoax. Selain beberapa foto bukan terjadi di Jakarta, penyebabnya juga bukan virus corona melainkan penyakit lain.
Meskipun berita mengenai kebenaran informasi seputar virus corona dapat dengan mudah kita temukan di internet, nyatanya tak banyak yang melakukan ikhtiar untuk mencari tahu kebenarannya. Bahkan pemerintah sendiri sudah menyediakan menu hoaks buster di website khusus informasi Covid-19 (covid19.go.id). Akan tetapi, memang tak semua orang megerti hal tersebut.
Penulis tidak ingin menyalahkan orang desa yang kurang bijak menggunakan internet untuk mencari informasi yang benar, sebab kemungkinan besar mereka tidak mendapat edukasi mengenai potensi hoax dalam informasi yang mereka peroleh. Maka dalam hal ini orang-orang terpelajar yang mampu berpikir dan mengerti tentang inilah yang seharusnya menjadi agen pencerah untuk masyarakat agar terhindar dari informasi yang salah.
Bagaimana kalau dapat informasinya dari tokoh masyarakat terlebih ulama? Kalau untuk kasus ini, penulis juga tidak ingin menyalahkan akan tetapi sangat menyayangkan kenapa ada ulama yang mudah termakan hoax? Apakah beliau tidak belajar mengenai bagaimana hadits dianggap shahih? Yaitu sumber yang kredibel dan terpercaya baru boleh dianggap benar? Kalau begini kan kasian umat yang mengidolakannya, jadi ikut termakan hoax juga.
Padahal kalau mau jujur, keyakinannya bahwa orang-orang yang berjamaah di masjid terlindung dari virus corona sudah tertolak dengan adanya kejadian di sebuah masjid di Jakarta Barat di mana ada tiga orang positif virus corona. Akibatnya ratusan harus dikarantina di masjid tersebut selama 14 hari.
Atau memang narasi ini sengaja dihembuskan supaya tetap ada jamaah pengajian dan sholawatan sehingga ulama tersebut tetap bisa ‘manggung’? Jika dugaan ini benar, semoga jamaahnya segera sadar bahwa keselamatannya sedang terancam karena telah mengikuti ucapan si penceramah. Namun jika ini murni karena ketidaktahuan akan fakta yang sebenarnya, semoga segera mendapat pencerahan dan syukur kalau mau merevisi pernyataannya yang sebelumnya.