Disadari atau tidak, penyakit hati bernama dengki sangat dekat dengan kita. Jika dalam dunia nyata dengki dapat dilihat langsung keburukannya, kini tak jauh beda di era media sosial. Kedengkian yang tergambarkan dengan kata demi kata, kalimat demi kalimat dan atau komentar demi komentar yang bergerak begitu cepat di media sosial. Fatalnya penyakit dengki ini tidak hanya merasuk kalangan awam, melainkan juga kalangan terpelajar.
Rasulullah saw., bersabda dalam salah satu hadisnya: “Janganlah kalian saling dengki, janganlah kalian saling membenci, janganlah kalian membelakangi (saling mendiamkan, saling menghajar). Jadilah kalian bersaudara, wahai hamba Allah.” (HR. Bukhari-Muslim). Hadis ini secara terang benderang menuntun kita agar menjauhi sifat dengki. Sebab efek buruknya akan kembali kepada diri sendiri. Semakin dilancarkan akan semakin merusak pikiran dan hati pelakunya.
Ada makna sederhana bagaimana kemudian menggambarkan sifat dengki, yakni senang melihat orang lain susah, susah melihat orang lain senang. Lagi-lagi disadari atau tidak, sering kali di antara kita terjebak sifat buruk demikian. Kita tidak rela jika orang lain mendapatkan prestasi, memperoleh sebuah keberhasilan, berkarya dengan produktif. Bukannya mengapresiasi, kita malah merendahkan, meremehkan, bahkan sampai memutarbalikkan keadaan menjadi negatif.
Lalu bagaimana sikap kita terhadap orang yang pikiran dan hatinya penuh dengki? Kita berdoa semoga saudara-saudara kita yang pendengki diberi hidayah oleh Allah. Sehingga dengan demikian membuat kita tidak merisaukan kejahatan si pendengki. Orang yang pendengki akan tersiksa dengan kedengkiannya. Sementara orang yang diperlakukan dengki tak perlu membalasnya dengan kedengkian atau keburukan yang serupa. Biarkan saja. Kita yang waras, harus fokus pada tujuan hidup yang penuh dengan semangat dalam berprestasi. Karena itu kita hanya boleh melawan dengki asalkan dengan prestasi.
Orang dengan sifat dengki akan selalu dipenuhi dengan rasa curiga, dalam arti suuzhan (buruk sangka). Selalu melihat orang lain yang baik dan berprestasi dengan kaca mata negatif. Di mata orang pendengki, orang-orang yang baik dan berprestasi akan terlihat selalu salah. Gejalanya, mereka (kaum pendengki) akan selalu berusaha membuat orang baik dan berprestasi tersebut buruk di mata orang lain.
Parahnya lagi dengki itu menular. Orang yang berteman dengan pendengki, kemungkinan besar akan tertular. Ia terus berkembang biak, mencari teman, mengumpulkan kekuatan untuk bisa menumbangkan orang baik dan berprestasi. Nafsu dengkinya terus membara, selama targetnya belum tumbang, kedengkiannya akan terus menggerogoti. Selama kedengkiannya belum terlampiaskan nafsunya tidak terpuaskan.
Ada penguatan yang terinspirasi dari KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur untuk orang-orang baik agar selamat dari kedengkian. Bahwa jika kita masih terpengaruh pujian dan cacian, berarti kita masih dalam level hamba Allah amatiran. Sehingga dengan demikian, mari kita nikmati hidup yang indah ini dengan ikhtiar dalam melakukan kebaikan dan prestasi tanpa harus risau dengan komentar orang. Pak Mario Teguh dalam salah satu quote-nya menjelaskan, orang yang terpengaruh komentar miring, sejurus dengan itu iapun akan menjadi miring.
Walhasil, kita harus punya prinsip yang kuat agar dalam hidup ini tidak terbang jika dipuji, dan tidak tumbang ketika dicaci. Biarkan orang lain dengan kedengkiannya, kita boleh sebatas mengingatkan, tapi jangan sampai terpengaruh oleh kedengkiannya. Orang-orang dengki itu hidupnya penuh gelisah, seolah-olah sedang dikejar-kejar oleh kesalahannya sendiri, budaya hidupnya tidak sehat, bahkan bisa jadi banyak terlibat perbuatan-perbuatan buruk. Mari kita biasakan saling mengapresiasi jika ada di antara kita yang berprestasi, dan saling melengkapi jika di antara kita ada distorsi. Dan ingat, baik-buruknya ucapan dan sikap kita akan berbalik kepada kita.
Wallaahu a’lam