Banyaknya kasus perceraian terjadi di Indonesia, memberikan kesan banyak keluarga dari masyarakat Indonesia tidak merasakan bahagia. Berbagai alasan diajukan dalam setiap kasus gugatan cerai dan talak, mulai dari motif ekonomi sampai faktor lainnya. Bagaimana Al-Qur’an berbicara tentang kehidupan berumah tangga, apa arti pasangan dalam kehidupan berumah tangga? Salah satu firman Allah yang menjelaskan hakikat berumah tangga, dalam surah Ar-Rum ayat 21. Mari kita pahami beserta penafsirannya, Allah berfirman:
وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنۡ خَلَقَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا لِّتَسۡكُنُوٓاْ إِلَيۡهَا وَجَعَلَ بَيۡنَكُم مَّوَدَّةٗ وَرَحۡمَةًۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
Ayat ini ada keterkaitan dengan ayat sebelumnya tentang keagungan Allah. Kesekian kali Allah mengajak kita mengingat dan berfikir keagungan dan kebesaran Allah. Pada ayat di atas menegaskan bahwa isteri-isteri diciptakan bukan untuk kebutuhan biologis sang suami belaka, melainkan untuk menemukan ketentraman hati dan kasih sayang dari sang Isteri.
Diksi kata azwajan menurut Nawawi al-Bantani, dalam Marah Labid berarti istri-istri perempuan. Berbeda dalam al-Tahrir wa al-Tanwir, Ibnu ‘Asur menjelaskan diksi azwajan bermakna pasangan seseorang, baik laki-laki atau perempuan. Pasangan adalah seorang yang menjadi bagian kedua dari kehidupan seseorang. Ibnu ‘Asur menambahkan, Allah menciptakan bagi setiap individu pasangan masing-masing. Jadi tidak perlu risau bagi yang belum mendapat pasangan (jomblo), sudah ada pasangan yang sudah disiapkan oleh Allah.
Pada redaksi selanjutnya, diciptakan dari jenis-jenismu (manusia) isteri-isteri. Kenapa harus isteri kok tidak suami? Apakah istri memiliki keistimewaan tersendiri daripada suami? Mari kita lihat penjelasan Sha’rawi dalam tafsirnya tentang keutaman isteri atau suami. Sha’rawi mengutip firman Allah pada surah al-Lail ayat 1-4, Allah berfirman:
وَٱلَّيۡلِ إِذَا يَغۡشَىٰ وَٱلنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّىٰ وَمَا خَلَقَ ٱلذَّكَرَ وَٱلۡأُنثَىٰٓ إِنَّ سَعۡيَكُمۡ لَشَتَّىٰ
Artinya: “(1)Demi malam apabila menutupi (cahaya siang) (2) dan siang apabila terang benderang (3) dan penciptaan laki-laki dan perempuan (4) Sesungguhnya usahamu memang beraneka macam.”
Pasangan suami-isteri diibaratkan siang dan malam, keduanya memiliki peran masing-masing dan juga sama-sama istemewa, tidak ada yang lebih penting ataupun lebih istimewa dari keduanya. Pasangan suami-isteri harus saling melengkapi layaknya siang dan malam. Siang untuk beraktifitas dan berkeja, sedangkan malam waktu untuk mendapatkan ketenangan dan beristirahat. Bayangkan saja jika ada siang tanpa malam begitu juga sebaliknya, apa yang akan terjadi!
Kenapa harus berpasangan sesama manusia, kok tidak dari golongan jin ataupun hewan? Kok tidak min ghoiri anfusikum? Ada hikmah dari ketetapan Allah tersebut, Ali al-Sobuni menyebutkan dalam Sofwah al-Tafasir, ketetapan tersebut bertujuan sebuah keserasian dan keharmonisan antar pasangan. Ayat ini menjadi sebuah ketetapan hukum dalam berpasangan. Pada sisi lain, ayat ini ingin menyampaikan pesan kepada setiap pasangan untuk sedapat mungkin bersikap romantis sesama pasangan.
Sha’rawi menjelaskan tentang ayat ini, adanya perbedaan jenis perempuan dan laki-laki tersebut guna saling melengkapi. Bukan berarti berbeda untuk dipertentangkan atau pertikaian. Keduanya memiliki peran dan kelebihan masing-masing. Perempuan memiliki jiwa lemah lembut dan penyayang, sedangkan laki-laki memiliki jiwa keras dan kuat fisiknya. Dengan demikian, keduanya mendapatkan keuntungan satu-sama lain. Perempuan dapat bahagia dengan keberanian dan maskulinitas pasangan laki-lakinya. Begitupun laki-laki merasa senang dengan kelembutan dan feminitas pasangan perempuannya. Demikian kehendak Allah terhadap keturunan Adam untuk dapat reproduksi.
Menurut Sha’rawi, dari ayat di atas Allah ingin membangun nalar logika manusia melalui narasi hikmah kehidupan dengan berfikir dan berangan-angan. Supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Kecenderungan, dan ketenangan terhadap sesama pasangan merupakan sebab inti sebuah pernikahan. Bagaimana tidak? Sepanjang hari sang suami berkerja, beraktifitas, dan banting tulang untuk mencari nafkah. Malam harinya pulang ke rumah dalam keadaan capek, lantas kepada siapa lagi ia bersandar dan mengaduh kecuali pada sang istri! Siapa lagi yang akan memberi perhatian, memberi empati dan belaian kasih sayang kecuali sang istri yang di rumah, supaya tetap dapat beraktifitas di kemudian hari untuk mencari nafkah bagi keluarga yang di rumah.
Sha’rawi menegaskan. Peran penting antar pasangan dibutuhkan, ketenangan dan kecenderungan tidak akan ditemukan jika keduanya tidak memahami peran masing-masing. Sesuai dalam firman Allah, إِنَّ سَعۡيَكُمۡ لَشَتَّىٰ Sesugguhnya usahamu beraneka macam, tidak bisa disamakan antara usaha sang suami dengan sang istri, begitu sebaliknya. Bahwa hubungan antar pasangan tergantung pada perasaan kepada sang pasangan. Jika pasangan berperan sesuai peran dan melaksanakan tugas masing-masing, bisa dipastikan pasangan tersebut akan selalu saling mencintai dan saling menyanyangi.
Logika perlu diajak untuk memahami perkara dan peristiwa yang terjadi di sekitar kita secara komprehensif. Seakan Allah ingin menunjukkan keagungan-Nya, dengan menanamkan rasa kecenderungan, cinta dan kasih sayang pada setiap pasangan. Bayangkan saja kalau tidak ditumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang pada sesama pasangan, apa yang bakal terjadi pada setiap pasangan! Sehingga penting untuk memahami hikmah dari realitas kehidupan, sampai pada hal terkecil.
Kesimpulan dari sekian penjelasan penafsir, bahwa tidak ada tempat paling nyaman untuk kembali pulang kecuali di rumah. Tidak ada bahu paling nyaman sebagai tempat bersandar kecuali bahu sang pasangan. Tidak ada belaian kasih dan curahan sayang terbaik yang dapat menandingi pasangan kita kecuali orang tua. Kebahagian sejati bagi seseorang, saat melihat pasangannya bahagia. Ketenangan, kasih sayang dan cinta itu bersumber dari pasangan dan keluarga, betapa penting pasangan dalam kehidupan berumah tangga. Wa Allahu A’lam Bi al-Showab