Dalam ayat sebelumnya disebutkan bahwa musyrik Mekah itu enggan beriman pada Nabi, dan bahkan mereka mengatakan bahwa malaikat itu anak perempuan Allah. Menurut Ibnu ‘Asyur dalam al-Tahrir wat Tanwir, dua ayat berikut ini merupakan penghibur dari Allah untuk Nabi.
Allah selalu memberikan nikmat di dunia, namun masih banyak juga manusia yang tidak beriman pada Allah, sehingga Allah pun mencoba umat manusia dengan memberikan paceklik. Oleh karena itu, Nabi tidak perlu bersedih atas ketidakberimanan umatnya. Hal ini karena tugas Nabi hanyalah menyampaikan kebenaran. Menerima atau tidaknya kebenaran tersebut itu hak Allah mau memberikan hidayah atau tidak pada orang terkait. Allah SWT berfirman:
إِنَّا جَعَلْنا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَها لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً () وَإِنَّا لَجاعِلُونَ مَا عَلَيْها صَعِيداً جُرُزاً
Inna ja‘alna ma ‘alal ardhi zinatal linabluwahum ayyuhum ahsanu ‘amala (7) wa inna laja‘iluna ma ‘alaiha sho‘idan juruza (8)
Artinya:
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya () Kami itu benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus.” (QS: Al-Kahfi Ayat 7-8)
Imam al-Razi dalam Mafatihul Ghaib menyampaikan bahwa tafsir kata zinah (زينة) ‘perhiasan’ itu terdapat perbedaan pendapat ulama. Ada yang mengartikan ‘perhiasan’ yang dimaksud adalah tumbuhan dan pohon. Sebagian yang lain mengatakan bahwa ‘perhiasan’ yang dimaksud adalah emas, perak, dan hasil tambang. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa ‘perhiasan’ yang dimaksud dalam ayat ini adalah semua jenis hewan. Artinya, semua jenis yang disebutkan di atas merupakan kenikmatan. Kenikmatan yang Allah berikan ini untuk menguji makhluk-Nya mana yang bersyukur dan ibadahnya lebih baik.
Imam al-Zamakhsyari dalam al-Kasyaf dan al-Baidhawi dalam Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil menjelaskan bahwa orang yang ahsanu ‘amala adalah mereka yang diberi kenikmatan berlimpah, namun ia masih hidup sederhana dan tidak tertipu dengan kemewahan duniawi. Oleh karena itu, saat mereka diberikan cobaan itu selalu sabar dan tetap tabah.
Terkait ayat di atas, Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-Azhim menjelaskan bahwa Allah SWT itu mengkhabarkan dunia itu sementara dan akan binasa. Allah akan melihat apa yang diperbuat oleh manusia. Siapa yang menanam kebaikan, maka ia akan memetiknya. Sebaliknya, orang yang menanam keburukan, itulah yang akan dipetiknya. Karena dunia bersifat sementara, kembalikanlah semuanya pada Allah.