Pada akhir kalimat dari ayat 35 surat Yasin sebelumnya, Allah SWT mengecam tindakan orang-orang yang ingkar kepada nikmat-Nya yakni orang yang tidak bersyukur atas apa yang telah Allah anugerahkan. Yaitu berupa hujan yang menyuburkan tanaman yang dari tanaman itulah makhluk mendapatkan makanan. Ayat berikut ini membuktikan Kemahasucian Allah SWT atas kuasanya menciptakan makhluk berpasang-pasangan, baik dari tumbuhan, hewan, manusia, dan yang lainnya. Allah SWT berfirman:
سُبْحَانَ الَّذِي خَلَقَ الْأَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنْبِتُ الْأَرْضُ وَمِنْ أَنْفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُونَ
Subhaanalladzii khalaqa al-azwaaja kullahaa mimmaa tunbitu al-ardhu wa min anfusihim wa mimma laa ya’lamuun.
Artinya
Mahasuci (Allah SWT dari segala kekuarangan dan sifat buruk), Yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan (demikian pula) dari diri mereka (sebagai manusia, di mana mereka terdiri dari lelaki dan perempuan, dan demikian pula) maupun dari apa yang tidak mereka ketahui (baik makhluk hidup maupun benda tak bernyawa). (QS: Yasin Ayat 36)
Ibnu Jarir al-Thabari menjelaskan bahwasanya ayat ini adalah sebagai bukti Kemahakuasaan Allah SWT yang telah menciptakan bermacam-macam tumbuhan, dan manusia yang berpasangan dari laki-laki dan perempuan. Dan menciptakan berpasangan pula dari segala sesuatu yang dapat dilihat manusia maupun yang tidak.
Dalam pandangan Imam al-Qusyairi, ayat ini memperingatkan kepada umat-Nya untuk bertafakur dan merenung atas segala ciptaan-Nya yang beragam. Mulai dari diri sendiri dengan sistem tubuh yang dapat bekerja secara otomatis, tumbuhan dan pohon-pohon yang cantik warna, lezat buahnya, dan harum baunya, dan lain sebagainya. Semua ciptaan-Nya dapat dimanfaatkan oleh manusia dengan bijak dan sebaik-baiknya untuk keperluan sandang, pangan, papan, dan keperluan lain seperti obat-obatan.
Seluruh bentuk kuasa Allah SWT ini, bagi al-Qusyairi dapat menghantarkan hamba-Nya untuk ma’firat kepada-Nya. Dari sini al-Qusyairi berujar, “andai saja hamba itu tidak menutup mata batinnya, alangkah telah nyata bukti kuasa-Nya dengan penciptaan ini agar hamba-Nya segera menyempurnakan latihan (riyadhah) untuk selalu menuju-Nya.”
Fakhruddin al-Razi dalam tafsirnya Mafatih al-Ghayb menerangkan kata subhana dari permulaan ayat di atas merupakan istilah untuk menyucikan Allah SWT yang juga bermakna perintah (amr). Subhana (Mahasuci) berarti Sabbih Tasbih al-ladzi khalaqa al-azwaj kullaha (sucikanlah/bertasbihlah kepada Dzat yang menciptakan makhluk berpasang-pasangan).
Menurut al-Razi ayat ini juga berkorelasi dengan ayat sebelumnya, yang secara spesifik pada akhir ayat 35 menyebutkan bahwa orang-orang musyrik yang tidak bersyukur. Ayat 36 ini, terang al-Razi, Allah SWT hendak menegaskan argumentasi bagi orang-orang yang berakal bahwa Dialah yang telah menciptakan seluruh makhluk berpasangan. Dialah Allah SWT Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya.
Sama dengan pandangan al-Razi, Ibnu ‘Asyur juga berpendapat bahwa hubungan (munasabah) ayat 36 dengan ayat sebelumnya menitikberatkan pada hikmah penciptaan alam semesta yang berpasang-pasangan menentang orang-orang musyrik yang menyekutukan Allah SWT. Kata Subhana di awal ayat bermakna bahwa Mahasuci Allah SWT dari segala sesuatu penyifatan yang tidak layak bagi-Nya, seperti pandangan orang-orang musyrik bahwa Allah SWT memiliki sekutu berupa berhala-berhala dan sebagainya.
Adapun kata azwaj (berpasangan) menurut M. Quraish Shihab adalah bentuk jamak dari kata zauj (pasangan). Kata ini dalam pandangan al-Raghib al-Asfihani sebagaimana dikutip Quraish digunakan untuk segala sesuatu dari dua hal yang berdampingan dan bersamaan, baik berupa jantan maupun betina dari makhluk hidup, dan juga dari benda-benda seperti sepasang alas kaki. Quraish melanjutkan bahwa yang berpasangan ini tidak harus yang sifatnya kesamaan, bisa juga bertolak belakang.
Menurut Quraish, tidak tebatasnya kata zauj untuk makhluk hidup ini sejalan dengan ayat al-Quran seperti dalam QS al-Dzariyat ayat 49.
وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Wa min kulli syay’in khalaqna zawjayni la’allakum tadzakkaruun
Artinya:
“Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat (kebesaran Allah)”. (QS al-Dzariyat ayat 49).
Penjelasan seperti di atas mengenai pemakaian kata zauj dimaksukan oleh Quraish untuk menyangkal sebagian pendapat ulama seperti dalam Tafsir al-Muntakhab yang membatasi kata ini untuk penggunaan hanya pada makhluk hidup saja. Menurut Quraish bahkan dari segi ilmiah pun seperti pada listrik, ia tercipta berpasangan. Karena pada listrik ada yang disebut dengan arus positif dan arus negatif.