Kecelakaan adalah suatu musibah yang sering terjadi pada para pengendara motor atau mobil. Musibah kecelakaan tidak dapat diperkirakan kejadiannya. Tak jarang musibah ini menimbulkan banyak korban luka hingga kematian. Permasalahan yang timbul adalah ketika orang tersebut tidak bisa menjalankan ibadahnya setelah kecelakaan. Lalu bagaimana orang tersebut bersuci agar bisa menjalankan ibadah seperti shalat secara sempurna?
Setidaknya, ada empat kondisi seseorang setelah kecelakaan. Kondisi ini digolongkan berdasarkan tingkat derajat keparahan pasien. Tiap-tiap kondisi ini mempunyai tata cara bersuci yang berbeda. Berikut adalah keempat kondisi tersebut:
Kondisi pertama, apabila pasien tersebut masih mampu berdiri, berjalan, luka tidak terlalu parah, atau luka tidak mengenai anggota wudlu, maka ia masih diwajibkan berwudhu dalam bersuci. Tidak ada kewajiban mengulang shalat (i`adah) pada kondisi seperti ini karena ia masih bisa bersuci secara sempurna.
Kondisi kedua, apabila ia masih mampu berdiri, berjalan, mengambil air wudhu, namun ada bagian yang tidak boleh terkena air pada anggota wudhu, maka tata cara bersucinya adalah dengan menggabungkan wudhu dengan tayamum.
Bagian yang tidak boleh terkena air boleh diganti dengan tayamum, namun bagian yang masih sehat masih diwajibkan untuk dibasuh dengan air. Contoh pada orang yang terkena luka pada bagian tangan dan kaki. Maka tata cara bersucinya adalah sebagai berikut:
1) Membasuh muka
2) Tayamum dengan mengusap kepala dan tangan dengan debu
3) Membasuh bagian tangan yang sehat dengan air
4) Mengusap perban di tangan dengan air (jika memungkinkan)
5) Mengusap kepala
6) Tayamum dengan mengusap kepala dan tangan dengan debu
7) Membasuh bagian kaki yang sehat dengan air
8) Mengusap perban di kaki dengan air (jika memungkinkan)
Para ulama berbeda pendapat mengenai keharusan mengulang shalat pada kondisi ini. Ulama syafi`iyyah mengatakan bahwa wajib mengulang shalat apabila pemasangan perban tidak dalam keadaan suci. Sedangkan ulama malikiyah dan hanafiyah tidak mewajibkan mengulang shalat, baik pada saat pemasangan perban dalam kondisi suci maupun tidak suci.
Kondisi ketiga, apabila pasien tidak mampu bergerak untuk melaksanakan wudhu, maka cukup baginya untuk melakukan tayamum. Pengambilan debu boleh disediakan oleh keluarga atau orang terdekatnya, kemudian ia mengusapkan debu tersebut pada wajah dan kedua tangannya. Apabila tangannya terluka dan tidak boleh terkena debu, maka cukup baginya untuk mengusap pada telapak tangannya saja.
Kondisi keempat, apabila pasien tidak mampu bergerak sama sekali sehingga tidak mampu bertayamum, maka boleh ditayamumkan oleh orang lain. Tata caranya adalah diawali dengan berniat oleh pasien, kemudian mengusapkan debu pada kepala dan kedua tangan pasien oleh orang lain (perawat atau semacamnya).
Adapun mengenai keharusan mengulang shalat atau tidak, kondisi ketiga dan keempat sama dengan kondisi kedua.
Demikianlah tata cara bersuci bagi orang yang terkena musibah, khususnya pada orang kecelakaan. Pada prinsipnya, agama Islam tidak memperberat pengikutnya dalam menjalankan ibadah. Setiap kondisi pasti ada solusi untuk menjalankan ibadah. Namun solusi tersebut harus didasari dengan ilmu agar tidak asal-asalan dan tetap sah pelaksanaannya.
Wallahu a`lam