Ada kesan bebasnya Ahok 24 Januari adalah beban bagi Jokowi. Bebasnya Ahok akan memicu sentimen kelompok Islam radikal yang bisa menggerus ceruk pemilik suara Muslim. Ma’ruf Amin sama sekali tidak bisa diharapkan. Malahan jadi faktor negatif jika dia mendekat ke Ahok. Padahal suara Muslim sangatlah vital.
Bebasnya Ahok bisa membuat elektabilitas Jokowi turun. Ditengah kenyataan bahwa posisi petahana memenangkan pertandingan belum aman meski seluruh jajak pendapat dia unggul dengan perbedaan cukup lebar 20 sampai 25 persen. Namun swing voters dan undecided voters cukup besar sekitar 18 sampai 20 persen. Suara dari kalangan Islam belum bulat dirangkul terutama di Jawa Barat dan Banten.
Jadi skenario di bawah ini bisa saja dibuat.
Surat Ahok yang tidak mau dijemput. Tidak mau disebut Ahok lagi. Itu bisa dianggap sebagai persetujuan Ahok akan permintaan pihak Jokowi agar kebebasannya tidak menggerus elektabilitas Jokowi.
Surat gaya introspeksi “save the best for last”, Ahok meminta pendukungnya menjauh. Imbauan segera menyurutkan fanatisme pendukungnya mengkapitalisasi “The Return of Condor Hero ” untuk mengkampanyekan dukungan kepada Jokowi.
Ahok selepas penjara akan “mengasingkan diri” ala perjalanan seseorang menjadi bikhu Buddha. Menjalani lelakon sebagai seorang yang melupakan keduniaan.
Ada kabar, setelah Ahok bebas, dia akan undur diri dari hingar bingar politik dan menjauh sejauh-jauhnya demi mengamankan posisi Jokowi. Dia akan keluar negeri menjadi pembicara sambil mungkin berbulan madu dengan istri barunya.
Disaat bersamaan, Baasyir, pentolan teroris Jamaah Islamiyah dibebaskan dalam waktu berdekatan dengan bebasnya Ahok. Sebenarnya orang ini tidak memenuhi kriteria pembebasan bersyarat. Kalau Baasyir mau menandatangani pakta kesetiaan terhadap NKRI, dia sudah bebas sejak Desember lalu.
Tapi dia menolak. Kasarnya, lebih baik modar ketimbang dia mengaku setia kepada NKRI karena sejak lama pentolan teroris ini menganggap siapapun Presidennya, Indonesia adalah negara thogut yang harus diperangi.
Jika mampus di penjara, ia akan menjadi martir yang dikenang sepanjang masa oleh teroris dan pendukungnya di Indonesia. Kuburannya akan diziarahi sebagai syuhada. Yang menjadi justifikasi bagi para begundal itu melakukan aksi bom bunuh diri lebih banyak lagi.
Di sisi lain, Baasyir setelah sakit dia mengalami depresi. Ingin dekat dengan keluarganya. Dia sangat tertekan berada di sel isolasi. Jika dia mati dipenjara, Jokowi juga disalahkan dan dituding sebagai pembantai ulama. Meski Baasyir itu bukan ulama tapi teroris penjagal ratusan manusia dan sebagian besarnya Muslim.
Karenanya, berdasarkan skenario tadi, Jokowi melalui perantara Yusril, menawarkan diskresi pembebasan Baasyir dengan syarat. Pembebasannya diatur sebelum Ahok keluar agar tidak ada kesan barter.
Meski menolak janji setia kepada NKRI, Baasyir harus komit tidak melakukan dakwah dan pertemuan yang bisa mengobarkan kembali nafsu seorang mabok agama meledakkan diri.
Basyir setuju dengan tawaran tersebut. Ini bakal dianggap sebagai pengakuan bersalah Baasyir yang cukup dijadikan pembelaan Jokowi mengapa dia melakukan diskresi padahal Baasyir tidak minta pengampunan atau grasi. Selain alasan kemanusiaan.
Pihak istana juga melihat bahwa secara fisik dia tidak mampu lagi berkata jelas hingga sulit bermanuver.
Selain itu, pembebasan Baasyir akan meredam reaksi kelompok Islam garis keras yang sangat tidak suka dengan bebasnya Ahok. Perhatian mereka terpecah dan Jokowi bisa menghapus citra bahwa pemerintahannya membenci Islam dan ulama.
Itu harga yang ditanggung Ahok demi perjuangan seorang teman yang tengah berjuang menjadi Presiden kedua kali.
Ahok sepakat diperlakukan seperti Baasyir agar mengasingkan sendiri setelah bebas. Paling tidak setelah April. Ini pengorbanan yang diterima Ahok dengan besar hati.
Keputusan ini jelas mengecewakan sebagian pendukung Jokowi.Namun dia mengambil risiko ini untuk mewujudkan harapan para pendukungnya agar dia terpilih lagi.
Di sini tidak salah jika ada pihak yang mengatakan pembebasan Baasyir dan pengasingan diri Ahok adalah bagian dari Jokowi memenangkan pilpres ini.
Nuansa itu terlalu kental.
Dan menohok pendukungnya untuk bertanya pada diri mereka, apakah Jokowi masih layak didukung? Adakah dengan langkah pembebasan gembong teroris dan pengasingan Ahok, pendukungnya kini berharap Jokowi kalah?
Dan rela Prabowo jadi Presiden mereka?