Pernikahan memang biasa kita saksikan. Namun yang ini bukan sembarang pernikahan, melainkan pernikahan ayah dan ibu kita semua, Nabi Adam AS dengan Dewi Hawa AS.
Sebagaimana diceritakan, ketika Adam menjadi satu-satunya manusia penghuni surga, beliau mendambakan seorang teman yang manusia pula, suatu ketika Adam terserang kantuk berat, beliau tak kuasa melawannya, namun juga tidak sepenuhnya tertidur, antara terjaga dan terlelap.
Dalam keadaan demikian, Jibril AS mengambil tulang rusuk Adam sebelah kiri, tentu atas perintah Allah Swt. Namun Adam tidak merasakan sakit. Lalu dari tulang tersebut, Allah SWT menciptkan Hawa dengan kuasa-Nya. Allah menciptakannya dengan segala keindahan, lalu menghiasinya dengan 70 perhiasan surga, dan mendudukkannya di atas singgasana dari emas, dan membangunkan Adam agar melihat ciptaan baru-Nya. Terjadilah percakapan antara ayah dan ibu kita ini.
“Siapa dirimu, untuk siapa kau datang?” Tanya Adam.
“Allah menciptakanku untukmu,” jawab Hawa.
“Kemarilah!” Pinta Adam, namun Hawa menolak, “Engkau yang harusnya menjemputku.”
Adam pun menghampirinya. Ketika ia ingin menjulurkan tangannya pada Hawa, ia mendengar suara, “Adam, kau tidak boleh bersama Hawa kecuali setelah menikahinya dan memberinya mahar.”
Lalu Allah memerintahkan penduduk surga untuk mempersiapkan acara pernikahan nenek moyang manusia tersebut. Acara dilangsungkan di bawah pohon Thuba. Adam dan Hawa dinikahkan langsung oleh Allah. Ketika Hawa meminta maharnya, Adam mengadu pada Allah, “Tuhanku, dengan apa aku memberinya mahar? emas? perak? atau permata?”
“Tidak,” firman Allah.
Adam melanjutkan pertanyaannya, “Tuhanku, apakah dengan puasa, shalat, atau tasbihku pada-Mu?”
“Tidak.” Allah SWT masih memberikan jawaban yang sama.
“Lalu dengan apa?” Adam bertanya kembali.
“Dengan bershalawat sepuluh kali pada kekasihku Muhammad SAW.”
Kisah ini diceritakan oleh Syaikh Abu Nashr Muhammad Al-Hamdani dalam Al-Sab’iyyat-nya.
Wallahu A’lam.