Semua orang tentu memiliki harapan masing-masing. Harapanya pun bermacam-macam, ada yang berkaitan dengan karir, kesehatan, pencapaian, hingga soal asmara. Selain berusaha agar bisa mewujudkan harapan itu, kita juga dianjurkan mengiringinya dengan doa. Namun sebagian dari kita ada yang melakukan nazar.
Nazar dalam fikih sendiri memiliki arti: sesuatu yang mewajibkan seorang untuk melakukakan pekerjaan kebajikan (seperti melakukan perbuatan sunnah) dan bukan bersifat wajib (seperti mengerjakan fardhu ain).
Jika seseorang mengharapakan sesuatu dan bernazar karenanya, maka ia wajib menunaikan nazarnya apabila harapanya tersebut tercapai. Contohnya ialah: “Apabila saya sembuh dari sakit, maka aku akan bersedekah”. Jika orang tersebut sembuh, maka ia wajib bersedekah.
Adapun dalil diwajibkan untuk menunaikan nazar ialah firman Allah Swt:
ثُمَّ لْيَقْضُواْ تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُواْ نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ العَتِيْقِ (الحج: 29)
“Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran (yang ada di badan) mereka, menyempurnakan nazar-nazar mereka dan melakukan tawaf sekeliling rumah tua (Baitullah).” (Q.S al-Hajj: 33)
Lalu bagaimana jika nazar itu melakukakan sesuatu yang bersifat maksiat. Contohnya, “Apabila aku sembuh, maka aku akan meminum minuman keras”, atau bernazar sesuatu yang baik tapi karena sesuatu yang maksiat, contohnya: “Apabila aku berhasil membunuhnya, maka aku akan sholat sunnah”. Apakah nazar seperti itu masih wajib dilaksanakan?.
Ulama bersepakat nazar tersebut tidak sah dan tidak wajib dikerjakan, walaupun tujuan orang yang bernazar tercapai. Hal ini berlandaskan hadis nabi Muhammad Saw:
مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيْعَ اللهَ فَلْـيُعْطِهُ وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَ اللهَ فَلَا يَعْصِيْهِ
“Barangsiapa bernazar untuk taat kepada Allah, hendaklah ia kerjakan dan barangsiapa bernazar untuk bermaksiat kepada Allah, maka janganlah ia mengerjakan”.
Mengambil perkataan Imam Ibrahim al-Baijuri, andaikata seseorang bernazar untuk tujuan maksiat dan nazarnya adalah perbuatan yang dianjurkan dalam agama, maka nazar tersebut tidak sah, walaupun bernazar dengan sesuatu yang baik. Dikarenakan, sesuatu yang disandarkan kepada maksait, akan menjadi maksiat juga.
Wallahu A’lam.