Jokowi kok Dituduh Melakukan Pencitraan

Jokowi kok Dituduh Melakukan Pencitraan

Dalam kajian ilmu politik, bagaimana melihat pencitraan Presiden Jokowi di pembukaan Asian Games kemarin?

Jokowi kok Dituduh Melakukan Pencitraan
Jokowi dianggap memberi pencitraan dengan video yang dianggap keren di pembukaan Asian Games di GBK kemarin. Pict by twitter resmi Presiden Jokowi

Video itu memang bagus dan dramatis. Presiden Jokowi digambarkan berangkat dari Istana dengan kawalan lengkap. Rombongan presiden itu terhalang massa di jalan. Kendaraan tak bisa bergerak. Dengan tetap sangat tenang, Jokowi keluar dari mobil Mercedes S600L anti peluru itu. Dia mengambil alih sebuah sepeda motor yang semula digunakan oleh anggota Paspampres. Dengan gaya cool dia menunjuk pada salah seorang tentara itu, meminta helm yang sedang dipakai. Jokowi lalu membawa motor gede itu melayang melompati sebuah truk.

Jokowi hanya berhenti untuk memberi kesempatan sebuah rombongan berseragam Pramuka menyeberang. Seorang anak kecil yang tercecer di rombongan Pramuka itu melongo saat Jokowi membuka penutup wajah di helmnya, dan berkata: “apa?”

Menurut saya video itu berhasil mencapai tujuannya, yakni mencitrakan Jokowi sebagai seorang kepala negara yang gaul dan santai, serta fokus pada solusi. Dia dekat dengan rakyat, mengutamakan kepentingan rakyat (seperti Pramuka yang butuh menyeberang), dan punya cincin kawin. Eh!

Tapi di medsos segera muncul dua cara menilai video itu. Para pencinta Jokowi memujinya habis-habisan, dengan cara yang lebih dramatis daripada video itu sendiri. Mereka tentu menyangkal bahwa Jokowi sedang melakukan pencitraan. Itu natural saja kok. Jokowi ya memang begitu sehari-hari. Jokowi bukan orang yang suka melakukan pencitraan. Pokoknya dia benar.

Para pembenci sudah ancang-ancang sejak semula: pasti Jokowi akan memanfaatkan acara ini untuk mencitrakan diri sendiri. Naik motor sampai terbang seperti di film-film Hollywood dan Bollywood itu membahayakan diri sendiri sebagai kepala negara. Kalau kenapa-kenapa, negara ini yang rugi. Lho, kan itu pakai pemeran pengganti. Nah kalau pakai pemeran pengganti, itu namanya penipuan. Salah lagi.

Susah memang, berhadapan dengan pencinta dan pembenci. Keduanya sama-sama tak rasional. Padahal menurut ilmu politik, sama sekali tak ada yang salah dengan pencitraan oleh politisi. Jadi para pencinta tak perlu membantah, para pembenci tak perlu menuduhkan seolah pencitraan adalah nista. Politisi zaman now sudah pasti harus melakukan pencitraan. Yang penting tak ada dusta dan manipulasi dalam pencitraan itu. Drama-drama dikit boleh lah. Publik tahu kok, mana yang dramatisasi mana yang riil.

Mengapa politisi perlu melakukan pencitraan?

Jawabnya sederhana: sebab rakyat (sebagai demos maupun sebagai konstituen) tak semuanya mengenal sang politisi secara pribadi. Hanya sedikit yang bertemu secara langsung. Kalau levelnya cuma RT, besar kemungkinan orang saling mengenal satu sama lain. Pak/Bu RT dikenal secara pribadi oleh banyak orang. Tapi kalau sudah lingkup gubernur apalagi presiden, berapa banyak yang kenal secara pribadi? Lalu dari mana 190an juta pemilih itu bisa mengenali kandidat? Ya tentu saja dari citra publik yang dibangun oleh para kandidat itu. Di sini lah pencitraan jadi essensial.

Pencitraan memudahkan politisi mengenalkan diri pada publik. Pencitraan juga membantu publik memutuskan dengan lebih cepat, hendak memilih siapa. Ini sama sekali tak beda dari perdagangan. Para pembuat produk harus membangun brand image untuk memberi gambaran mudah pada para (calon) konsumen tentang produk macam apa yang ditawarkannya. Detail tentang produk itu ada di buku petunjuk dan ada di pengalaman pemakaian oleh para pembeli. Brand image toh akan diuji dalam pemakaian oleh konsumen.

Begitu pulalah pencitraan oleh politisi. Benar atau tidaknya citra yang tertangkap oleh pikiran banyak orang akan diuji oleh kenyataan kinerja politisi itu. Dalam tahap ujian ini, rakyat memiliki kekuasaan yang sangat besar.
Pencitraan yang tak terbukti dengan kinerja akan membuat pemilih ilfil dalam pemilu berikutnya. Pencitraan yang sesuai kinerja akan membawa seorang politisi pada peluang kedua.

Jadi santai saja. Tak usah tuduh Jokowi melakukan pencitraan, sebab memang kenyataannya begitu. Tak usah disangkal juga, sebab kenyataannya memang begitu.