Belakangan kata hijrah populer di telinga kita. Hijrah yang dimaksud di sini bukan hijrah Rasul dan para sahabat tempo dulu, tetapi hijrah ke negeri Syam. Sebagaimana kita saksikan, baik di media sosial ataupun media cetak, sebagian muslim dari berbagai negeri berbondong-bondong ke negeri Syam untuk menetap dan berjuang di sana.
Mereka pindah ke negeri Syam dengan alasan agama. Mereka meyakini bahwa Islam menganjurkan umatnya untuk pindah ke negeri Syam. Mereka juga beranggapan negeri Syam ialah negeri terbaik dan penuh berkah. Alasan semacam ini dikemukakan karena ada hadis riwayat ‘Abdullah Ibnu Amar bahwa Rasulullah SAW berkata:
سَتَكُونُ هِجْرَةٌ بَعْدَ هِجْرَةٍ، فَخِيَارُ أَهْلِ الْأَرْضِ أَلْزَمُهُمْ مُهَاجَرَ إِبْرَاهِيمَ، وَيَبْقَى فِي الْأَرْضِ شِرَارُ أَهْلِهَا تَلْفِظُهُمْ أَرْضُوهُمْ، تَقْذَرُهُمْ نَفْسُ اللَّهِ، وَتَحْشُرُهُمُ النَّارُ مَعَ الْقِرَدَةِ وَالْخَنَازِيرِ
“Akan ada hijrah setelah hijrah. Orang-orang terbaik di muka bumi adalah mereka yang tinggal di tempat hijrah Nabi Ibrahim (syam). Lalu akan tersisa di bumi (selain syam) adalah seburuk-buruk manusia. Bumi akan memuntahkan mereka, Allah akan membenci mereka, dan api akan mengumpulkan mereka bersama kera dan babi” (HR: Ahmad dan Abu Daud)
Sekilas hadis di atas memang menunjukan bahwa tempat paling baik di akhir zaman ialah negeri Syam. Sebab itu, muslim yang menetap di daerah lain diharuskan pindah ke negeri Syam sebagai negeri yang diberkati Rasul. Pandangan seperti ini diadobsi oleh beberapa kelompok untuk mengajak orang, khususnya muslim awam, pindah ke Syam dan di sana mereka diajak untuk melakukan tindakan teror serta menyerang kelompok yang tidak seideologi dengan mereka.
Alangkah baiknya, sebelum mengamalkan hadis, kita perlu bertanya bagaimana kualitas hadis tersebut dan bagaimana pemahamannya. Tidak sedikit orang yang tertipu dengan ajakan kelompok teroris karena disuguhkan dalil-dalil agama. Mereka memanfaatkan agama untuk kepentingan ideologis yang tidak membawa rahmat bagi alam semesta.
Kalau mau sedikit kritis, hadis yang sering dikemukakan untuk mengajak orang hijrah itu sebenarnya masih bermasalah. Kualitas hadisnya tidak sepenuhnya shahih, baik riwayat Ahmad ataupun Abu Daud. Al-Bani misalnya, ia menganggap hadis di atas dhaif karena di dalamnya terdapat seorang rawi bernama Layth Ibnu Abu Sulaym yang kredibilitasnya masih diragukan. Sementara pada jalur lain, juga ditemukan rawi bermasalah, yaitu Syahr Ibn Hawshid.
Sebab itu, dari sisi kualitas hadis, dilihat dari kualitas orang yang menyampaikan, hadis di atas dihukumi lemah (dhaif) oleh sebagian ulama. Sehingga tidak bisa dijadikan sebagai landasan hukum yang kuat.
Selain kualitas hadis, dari aspek pemahaman hadis, hadis di atas tidak serta merta dimaknai keharusan hijrah ke negeri Syam. Terlebih lagi redaksi hadis di atas tidak mengandung perintah (amar/insya’) dan hanya berupa informasi saja (khabr). Kalau hanya sebatas informasi, berati tidak wajib mengikutinya.
Sebelum terburu-buru hijrah, ada baiknya kita berpikir kembali tentang hakikat hijrah itu sendiri. Hijrah dilakukan pada masa Rasul karena umat Islam mengalami banyak diskriminasi dan penyiksaan. Mereka berada pada situasi yang tidak aman dan nyaman. Sebab itu, mereka perlu pindah ke negeri lain yang lebih aman. Andaikan kondisi Mekah kala itu aman dan Rasul leluasa berdakwah mungkin beliau tidak akan hijrah.
Karenanya, sebagian sahabat yang merasa aman tidak ikut hijrah bersama Rasul. Rasulullah pun tidak memusuhi dan memarahi mereka. Misalnya, paman Nabi ‘Abbas, Shafwan Ibnu ‘Uyaynah, dan lain-lain.
Kalau kita perhatikan sekarang, wilayah Syam sedang berada dalam pertikaian dan penuh konflik. Kalau kita hijrah dan menetap di sana kemungkinan besar kita akan terlibat konflik yang berujung pada kematian. Ini kan namanya setor nyawa dan bertentangan dengan tujuan hijrah itu sendiri.
Mestinya kalau mau hijrah carilah negeri yang aman dan nyaman serta leluasa mengerjakan kewajiban agama. Kalau negerinya konflik dan penuh gejolak lebih baik tidak ke sana, bahkan dilarang kalau membahayakan. Apalagi kalau kita sudah tinggal di negeri yang aman dan bebas mengerjakan kewajiban agama. Jadi tidak perlu repot untuk hijrah ke negara lain. Mestinya orang yang ada di wilayah konflik dan perang itu yang perlu hijrah ke negara yang lebih aman. Bukan malah sebaliknya