Rasulullah Saw masih bersedih usai pamannya dan istri tercinta wafat. Kesedihan ini dimaknai lain oleh para pemuda kafir Quraisy. Mereka merasa memiliki kesempatan untuk menghabisi Muhammad Saw usai para pembelanya, yakni paman dan istrinya tiada. Karena berulang kali, pamannya yang merupakan pembesar Quraisy lah yang menggagalkan percobaan pembunuhan itu.
Bak rambut yang masuk ke dalam adonan, Rasulullah menyelinap keluar begitu saja bersama Abu Bakar. Sementara para pemuda Quraisy itu masih mengira jika Rasul masih tertidur di dalam. Padahal yang di bilik Rasul itu hanya seorang Ali bin Abi Thalib yang dengan rela menggantikan posisi Rasul di tempat tidurnya.
Rasul dan Abu Bakar menjauh meninggalkan Makkah menuju persembunyiannya, sedangkan para pemuda Quraisy telah jauh kehilangan jejak mereka berdua. Namun mereka tak kehilangan asa. Mereka melihat jejak kaki yang disinyalir sebagai jejak kaki Rasul dan Abu Bakar. Mereka tetap tak patah arang, keinginan mereka untuk menebas kepala Muhammad tak bisa ditunda-tunda lagi.
Rasul kemudian berlalu dan memanjat bukit Tsur untuk masuk ke dalam gua kecil. Sebelum masuk ke gua, Rasul melihat kota Makkah dari kejauhan. Pancaran lampu-lampu kota Makkah terlihat indah, Rasul serasa tak rela meninggalkan tanah kelahirannya itu. Rasul berkata dalam hatinya, “Alangkah indahnya kau negeriku, kau lah tumpuan cintaku, kalau aku tak usir oleh kaumku, aku tak akan rela meninggalkanmu, Makkah.”
Rasul dan Abu Bakar pun masuk ke dalam gua. Mulut gua itu sangat sempit, hanya bisa dilewati oleh satu orang. Sebelum Rasul masuk, Abu Bakar terlebih dahulu memastikan keamanan gua. Ia tidak ingin Rasul disakiti hewan-hewan berbisa di dalam gua. Setelah aman, Abu Bakar mempersilahkan Rasul masuk ke dalam gua.
Sementara para pemuda Quraisy masih sibuk mengikuti jejak kaki. Penelusuran mereka berhenti pada sebuah gua yang mati. Mereka saling berdebat, apakah benar Muhamad dan Abu Bakar masuk ke dalam gua ini. Jika mereka masuk, tidak mungkin ada sarang laba-laba dan rumah burung di mulut gua. Logika mereka mengatakan jika dua orang yang sedang mereka cari tidak akan masuk ke gua itu. Mereka pun akhirnya kembali dengan tangan kosong.
Rasul dan Abu Bakar masih berada di dalam gua. Mereka menunggu situasi aman baru akan melanjutkan perjalanan menuju Yatsrib, cikal bakal kota Madinah. Di gua ini Rasul dan Abu Bakar tinggal selama tiga hari.
Selama di gua Tsur, Rasul dan Abu Bakar masih tetap bisa makan dan minum. Ada seorang budak berjasa milik Abu Bakar yang senantiasa menyuplai makanan selama tiga hari, namanya Amir bin Fuhairah. Seperti budak yang lain, setiap pagi Amir meninggalkan Makkah untuk mengembala kambing-kambingnya. Namun, ia berpisah dari rombongan pengembala menuju gua Tsur, ia memberikan makanan beserta susu kambing untuk makanan dan minuman Rasul dan Abu Bakar. Sehingga tidak ada tetangga Qurasy yang tahu akan hal ini.
Selama itu juga, Rasul tidak pernah terlewatkan informasi. Abdullah bin Abu Bakar, putra Abu Bakar juga senantiasa memberikan informasi yang berkembang dari Makkah hingga menunggu waktu aman dan datang seorang penunjuk jalan bernama Abdullah bin al-Urayqath. Ia membawa dua ekor unta yang telah disediakan Abu Bakar sebelumnya. Mereka akhirnya keluar dari persembunyian dan berjalan menuju kota seribu cahaya, Madinah.
Wallahu A’lam.
Kisah ini disarikan dari buku ‘Fi Bayt ar-Rasul’ karya Dr. Nizar Abazhah.