Menyikapi Perbedaan Pendapat dan Riwayat

Menyikapi Perbedaan Pendapat dan Riwayat

Menyikapi Perbedaan Pendapat dan Riwayat

Dari cara baca Al Quran, qira’ah mutawatirahnya saja ada tujuh, masing-masing dari qari’ mempunyai dua rawi. Artinya Al Quran yang kita baca bisa 14 macam riwayat yang berbeda-beda.

Belum lagi tafsirnya, kita kalau buka kitab tafsir apapun, tersebut perbedaan pendapat sangat banyak.

Hadis, terkadang satu hadis saja bisa terdapat bermacam-macam redaksi yang tidak sama. Belum pula syarah hadisnya. Bagaimana para ulama berbeda-beda memandang dan menyikapinya.

Lagi, fikih. Kita saat membuka ianah, bughyah, kifayat al akhyar, madzahib al arba’ah, al majmu” dan ratusan atau bahkan ribuan kitab fikih lain, ada berapa ribu perbedaan pendapat di sana.

Anehnya, para penulis (muallif) kitab itu kok ya mencantumkan pendapat yang bermacam-macam?

Mengapa pula mereka tidak hanya menampilkan pendapat yang kuat saja?

Jawabnya, silahkan mondok dulu di pesantren atau kuliyah yang bener. Artinya, kalau kuliyah jangan mbolos pacaran.. 🙂

Intinya, ulama’ yang ahli piknik, terlalu biasa menghadapi perbedaan pendapat, maka tidak mudah hanya mengklaim pendapatku yang paling bener, sebab mereka biasa menghadapi perbedaan.

Meski begitu, perbedaan tidak boleh liar, harus berada di bawah bendera madzhab. Inilah yang membedakan antara mana yang moderat dan mana yang liberal.

 

Oleh karena itu, tidak heran jika banyak alumni pesantren yang tidak menjadi pentol korek, disulut lalu terbakar, mudah terprovokasi.

 

Titipkan anak Anda ke pesantren jika ingin belajar agama yang bener. Jika Anda tidak ingin anda dibunuh oleh anak anda sendiri karena dianggap sesat. Apapun pendapat Anda, kelak bisa jadi selalu salah jika punya anak yang terinfeksi virus radikal anti perbedaan pendapat.

 

#AyoMondok