Dahulu banyak orang berfikir bahwa masa depan santri hanyalah jadi seorang ustadz, guru untuk santri juniornya, atau mengajar masyarakat. Ada semacam ungkapan template kalau seseorang hendak berangkat ke pesantren, “Dikirim ke pesantren aja, biar nanti jadi ustadz.” Hampir semua orang menganggap bahwa lulusan pesantren, ya, jadi ustadz. Jika tidak, mungkin bisa jadi pegawai Kemenag.
Saat berbincang-bincang terkait pekerjaan dan passion, kaum santri tidak bisa bebas berimajinasi. Ibarat jalan, mereka hanya mengikuti para seniornya yang meniti shiratal mustaqim, “jalan yang lurus.” Yang dimaksud jalan lurus, ya, itu, jalan agama dan pengajaran.
Ada beberapa, sih, yang jadi politisi, tapi sebagian besar karena mereka memiliki previlege, seperti putra-putri tokoh besar berdarah biru, misalnya gus, atau ning.
Beberapa santri ada juga yang memiliki ketertarikan di dunia eksakta. Tapi tidak banyak. Karena jarang ada pesantren yang mendukung santrinya menggeluti bidang-bidang non-keagamaan. Sudah jadi rumus utama dari para kyai dan ustadz-ustadz di pesantren, bahwa santri itu, ya, harus tafaqquh fid diin, mendalami ilmu agama.
Dari pada harus belajar yang out of the box, mungkin seorang santri akan berfikir, “Ikutin jalan yang ada aja, lah.”
Namun, saat ini, di era digital, nampaknya santri bisa meniti jalan masa depan yang berbeda dan pekerjaan yang sesuai passionnya. Hal ini terlihat banyak santri yang mulai menggeluti bidang-bidang tertentu, seperti desain, video, multimedia, influencer, dan lain sebagainya.
Beberapa pesantren juga mulai menyelenggarakan pelatihan-pelatihan kemampuan khusus tersebut di atas untuk para santri. Bahkan saat mereka ditantang untuk membuat karya, hasilnya sangat memuaskan.
Saya mengumpulkan beberapa pekerjaan yang sangat cocok, bahkan menjanjikan untuk para santri, selain mengajar dan jadi ustadz. Hal ini sekaligus bisa menjadi referensi para santri yang memiliki passion-passion khusus.
Berikut 5 pekerjaan yang sangat menjanjikan untuk para santri di era digital
Influencer keislaman
Saat ini konten keislaman sangat banyak diminati masyarakat. Mulai konten peribadatan, hukum-hukum, hingga pertanyaan-pertanyaan anti mainstream. Melihat peminat konten keislaman yang bejibun, beberapa influencer banting stir menggarap isu-isu keislaman, meskipun mereka sebenarnya tidak memiliki kompetensi di bidang tersebut. Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan. Alhasil beberapa kontennya berpotensi sesat dan menyesatkan.
Ini tentu jadi ladang kosong yang bisa dimasuki para santri. Kompetensi keislaman yang dimiliki harusnya bisa juga disalurkan ke media-media yang dapat menjangkau lebih banyak orang. Kemampuan seperti penguasaan komunikasi verbal maupun visual, seperti membuat desain meme, komik, infografis, dan editing video sangat diperlukan. Dengan ini, pelatihan-pelatihan minat bakat yang diikuti para santri di pesantren akan sangat berguna.
Tantangannya adalah para santri harus bersaing dengan kebesaran nama para influencer sebelumnya, dan juga gus, ning, atau para kiai yang punya pesantren. hehehe.
Konsultan Youtuber
Tidak ada yang mengira bahwa Youtuber saat ini menjadi salah satu profesi yang cukup menjanjikan. Namun beberapa Youtuber cukup menjaga jarak dengan tema-tema keagamaan. Mereka khawatir salah dan berakibat pada tuduhan penistaan agama.
Hal ini wajar karena ada beberapa ormas yang punya tupoksi “bela agama” serta siap melayangkan somasi dan laporan penistaan. Korbannya bukan satu, dua. Apalagi kalau Youtuber itu dianggap suka tebar konten maksiat dan pilihan politiknya berbeda.
Para Youtuber itu perlu melirik santri sebagai konsultan kontennya. Setidaknya konten-konten mereka bisa tetap aman meskipun membahas tema-tema agama. Di sisi lain, santri lebih mudah menebarkan narasi Islam wasathiyah melalui media Youtuber yang subscriber-nya ratusan ribu bahkan jutaan.
Ini juga sekaligus menjadi pilihan alternatif bagi santri yang ingin jadi influencer tapi merasa tidak cocok tampil di depan layar, atau kalah saing dengan gus dan ningnya. hehe.
Jurnalis/wartawan
Selain di media sosial, konten keislaman juga sedang banyak digarap oleh media-media arus utama. Jika ada waktu, coba sempatkan searching kata kunci keislaman di mesin pencari. Hasilnya sangat mencengangkan. Hampir sebagian besar kata kunci keislaman dikuasai media maintream. Terkait kualitas, jangan ditanya, lebih terkesan asal kutip. Bahkan kutipannya tak jarang dari Lembar Kerja Siswa (LKS) yang mungkin milik adik atau anaknya. Selain itu, penulisnya tidak banyak yang memiliki latar belakang belajar agama.
Saya pernah menemukan tulisan keislaman pada salah satu media besar nasional yang ditulis oleh seorang non-muslim. Bukan bermaksud menghina atau meremehkan. Tapi, apakah tidak ada penulis keislaman lain yang lebih kompeten di media tersebut, sampai harus non-muslim yang menulisnya?
Sudah saatnya narasi-narasi keislaman di media-media arus utama ini dikuasai para santri. Jika dulu, apply pekerjaannya di kantor-kantor madrasah atau Kemenag, saat ini harusnya sudah mulai digeser, lamarannya dikirimkan ke media-media ternama.
Tentunya, para santri harus mempersiapkan sedapat mungkin hal-hal yang diperlukan, misalnya, kompetensi menulis dengan mengikuti pelatihan jurnalis/wartawan, dan semacamnya.
Saya yakin, kebutuhan sumber daya penulis keislaman saat ini sangat dibutuhkan oleh media-media mainstrem. Mereka juga membutuhkan konten yang relevan dan aman dari kesalahan. Tentu, pertanyaan utamanya adalah, siapkah para santri bersaing?
Admin media sosial partai politik (Parpol)
Kontestasi politik 2024 sudah mulai nampak. Beberapa partai sudah mulai tancap gas. Isu-isu agama bisa jadi akan terus digarap sebagai lumbung suara. Akun-akun media sosial parpol juga tidak akan lepas dari perbendaharaan kalimat-kalimat islami dan video-video ibadah para petinggi partai.
Akan sangat beruntung jika partai memiliki salah satu admin yang kompeten dalam isu-isu keislaman, dalam hal ini tentu santri. Setidaknya, admin yang kompeten bisa menyaring unggahan-unggahan yang berpotensi menggerus suara. Dari pada ketua umum, anggota partai, atau calon presiden yang diusung blunder, karena typo saat mengunggah kalimat-kalimat islami, atau karena video ibadahnya salah, kan?
Setidaknya, sebelum materi kampanye agama partai diunggah di media sosial, atau diunggah para buzzernya, sudah terlebih dahulu di-tashih oleh kang admin yang santri.
Konsultan Buzzer
Aktivitas buzzer akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Apalagi menjelang tahun 2024. Narasi kawan dan lawan mulai digaungkan. Pokoknya kalau tidak sejalan, serang. Padahal bisa jadi itu boomerang buatnya.
Pernah dengar seorang buzzer menghina putri kiai dari pesantren besar di Jawa Timur? Itu terjadi karena buzzer tersebut tidak memiliki konsultan yang kompeten. Coba saja jika punya konsultan yang berlatar belakang santri, buzzer itu tidak akan salah serang. Setidaknya kalau dia punya konsultan santri, narasi-narasinya tidak bar-bar dan random. Atau seenggaknya sang buzzer akan mendapat ceramah keagamaan tentang dosa menghina orang lain dan memperlebar jurang polarisasi. YGY.
Itulah lima pekerjaan yang sangat menjanjikan dan harus diisi oleh para santri di era digital. Semoga bisa jadi referensi para santri yang ingin berkiprah dengan jalan yang berbeda. Tentunya, lima pekerjaan ini masih bisa bertambah tergantung kebutuhan pasar. Para pembaca juga boleh menambahkan. (AN)