4 Kalimat Populer Ini Dianggap Hadis, Padahal Bukan, Salah Satunya Tentang Memanah

4 Kalimat Populer Ini Dianggap Hadis, Padahal Bukan, Salah Satunya Tentang Memanah

4 Kalimat Populer Ini Dianggap Hadis, Padahal Bukan, Salah Satunya Tentang Memanah
Ustad Felix Siauw latihan memanah. Olahraga ini juga sedang tren di kalangan umat islam, meskipun seharusnya perlul hadisnya perlu dikontekstualisasi.

Ada beberapa ungkapan atau kalimat populer berbahasa Arab yang dianggap hadis, padahal bukan. Sebenarnya itu adalah ungkapan para ulama, sahabat atau tabiin.

Sebagai seorang muslim yang mengimani adanya Nabi serta menjadikannya sebagai suri tauladan yang baik, maka tentu semua orang akan berlomba-lomba untuk menggunakan sabda Nabi Muhammad SAW sebagai hujjah atau dasar.

Akan tetapi tidak semua perkataan atau kalimat yang sering kita dengar sekarang merupakan sabda Rasulullah SAW. Dalam buku ‘Ungkapan Popular yang dianggap Hadits Nabi’ karya Dr. Muhammad Fuad Syakir, ada beberapa kalimat yang terkadang kita dengar dinisbahkan kepada Rasulullah SAW tetapi pada asalnya merupakan ucapan dari sahabat, tabi’in dan ulama terkemuka pada waktu itu.

Pertama, tentang anjuran memanah, berenang, dan berkuda:

عَّلِّمُوْا اَوْلَادَكُمْ الرِّمَايَةِ وَالسِّبَاحَةَ وَرُكُوْبَ الْخِيْلِ

“Ajarkanlah anakmu memanah, berenang, dan menunggang kuda!”

Perkataan tersebut sebenarnya merupakan perkataan dari Umar bin Khattab RA.

Sedangkan hadits sahih yang berkaitan dengan kalimat tersebut ialah hadits yang bersumber dari Salmah bin Al-Akwa RA, ia berkata, “Rasulullah berjalan melewati sekelompok lelaki yang sedang lomba memanah, lalu Rasulullah bersabda, “Memanahlah, wahai Bani Ismail, karena ayah kalian adalah para pemanah. Memanahlah sedangkan saya ada di pihak Bani Fulan.” Salmah melanjutkan, “Salah satu regu memegang panahnya di tangannya (tidak mau berlomba) Rasulullah lantas bertanya, “Mengapa kalian tidak mau memanah?” Mereka menjawab, “Bagaimana kami akan memanah, sedangkan engkau berada di pihak mereka?” Rasulullah menjawab , “Memanahlah! Karena saya ada di pihak kalian semuanya.” (Fathul Bari, jilid 6, hlm. 91, hadits no. 2899)

Terkait hadis memanah yang lebih sahih, bisa dibaca pada tulisan berikut: Benarkah Memanah itu Sunnah?

Kedua, sebaiknya kebaikan itu dipercepat.

خَيْرُ الْبِرِّ عَا جِلُهُ

“Sebaik-baik kebaikan adalah yang disegerakan.”

Perkataan tersebut merupakan perkataan yang diucapkan oleh Al-Abbas bin Abdul Muthalib RA.

Sedangkan hadits sahih yang dikaitkan dengan kalimat tersebut ialah: Rasulullah bersabda “Tiga perkara yang tidak boleh ditunda; shalat jika telah tiba (waktunya), jenazah jika telah meninggal, anak gadis jika telah mendapat calon yang setaraf (kufu’).” (Muttafaq Alaih)

Ketiga, sesuatu yang paling baik adalah tengah-tengahnya.

خَيْرُ الْاُمُوْرِ اَوْصَطُهَا

“Sebaik-baik perkara adalah pertengahannya (keseimbangan).”

Perkataan tersebut merupakan perkataan yang diucapak oleh Mutharrif bin Asy-Syakhir.

Sedangkan hadits sahih yang berkaitan dengan kalimat tersebut ialah: Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya agama itu mudah. (Oleh karena itu) berlakulah lurus dan jangan berlebih-lebihan. Sampaikanlah kabar gembira dan jadikanlah waktu pagi dan malam serta waktu akhir malam sebagai penolongmu.” (Fathul Bari, jilid 1, hlm. 95, hadits no. 40)

Keempat, perbedaan umatku adalah rahmat.

اِخْتِلَافِ اُمَّتِي رَحْمَةٌ

“Perbedaan (pendapat) diantara umatku adalah rahmat.”

Perkataan tersebut merupakan perkataan yang diucapkan oleh Al-Qasim bin Muhammad.

Sedangkan hadits sahih yang berkaitan dengan konteks masalah di atas ialah hadis yang diriwayatkan Al-Bukhari yang bersumber dari Abdullah bin Mas’ud, “Aku pernah mendengar bacaan ayat (Al-Qur’an) seorang lelaki yang berbeda dari yang aku dengar dari Nabi. Aku kemudian memegang tangannya lalu menghadap Rasulullah bersamanya, Rasul berkata, “Kalian berdua baik.” Syu’bah berkata, “Aku menduga Rasul mengatakan, ‘Janganlah kalian berselisih paham. Sungguh, terdapat kaum sebelum kalian yang berselisih paham, (akhirnya) mereka musnah.” (Fathul Bari, jilid 5, hlm. 70, hadits no.2410)

Sudah selayaknya kita sebagai orang muslim yang mengikuti ajaran dan memuliakannya dengan cara memilah dan memilih mana yang merupakan sabda Rasulullah SAW atau yang merupakan ungkapan selain dari Rasulullah SAW, agar kita terhindar dari kesalahan terkait klaim sabda nabi. Jangan sampai kita mengatasnamakan sebuah kalimat sebagai hadis atau dianggap hadis padahal bukan.(AN)

Wallahua’lam Bisshawaab.