Menikah merupakan tuntunan dan sunnah Rasulullah Saw. Bahkan bisa dikatakan bahwa menikah merupakan kebutuhan manusia. Sebagian ulama fikih berpendapat bahwa menikah merupakan bagian dari ibadah, sehingga akan mendapatkan pahala jika melaksanakannya. Karena selain menumbuhkan ketenangan dalam kehidupan, menikah juga merupakan sarana menambah dan melanjutkan keturunan.
Dengan berbagai kelebihan tersebut, nyatanya ada beberapa ulama’ yang tidak menikah hingga meninggal dunia. Kesungguhan mereka dalam mendalami dan mengembangkan keilmuan ternyata menanggalkan hasrat mereka untuk membina rumah tangga. Hal ini tentu berbeda dengan ustadz-ustadz zaman sekarang yang sedang trend berpoligami. Karya belum tentu ada, namun istri lebih dari satu.
Alasan mereka melajang bukan karena tidak mau atau tidak suka menikah. Akan tetapi kesibukannya dengan keilmuan dan keislaman, menjadikan mereka lupa untuk menikah. Abdul Fattah Abu Ghuddah menulis sebuah buku khusus yang menarasikan beberapa ulama lajang berjudul al-Ulama’ al-Uzzab alladzina atsarul Ilmi alaz Zawaj.
Dalam karyanya tersebut, Abu Ghuddah mengumpulkan para ulama’ besar yang ahli dalam bidang tertentu. Di antaranya, ahli tafsir, muhaddis, fuqaha’, qurra’, para qadhi, ahli bahasa, sejarawan, sastrawan, ahli nahwu dan lain sebagainya.
Berikut beberapa ulama yang melajang hingga akhir hayatnya karena lebih mendahulukan kehidupannya dengan karya dan keilmuan dari pada menikah:
1. Abdullah bin Abi Najih al-Makky
Nama lengkapnya adalah Abu Yasar Abdullah bin Abi Najih. Beliau merupakan seorang mufassir yang sangat terpercaya di kalangan tabiit tabiin. Beliau merupakan murid tabiin ternama seperti Thawus dan Mujahid.
Beliau merupakan guru dari ulama kenamaan seperti Sufyan bin Uyainah. Sufyan pernah bercerita bahwa gurunya ini merupakan mufti ahli Makkah setelah Amr bin Dinar. Bukhari juga pernah bercerita bahwa Ibnu Abi Najih pernah tidak berbicara selama tiga puluh tahun. Beliau wafat pada tahun 131 H.
2. Yunus bin Hubaib al-Bashri
Nama lengkapnya Abu Abdurrahman Yunus bin Hubaib al-Bashri. Lahir pada tahun 90 H dan wafat pada 182. Dia seorang ahli nahwu dan sastra. Bahkan beliau merupakan guru ahli nahwu ternama seperti Sibawaih yang terkenal di kalangan santri-santri pesantren.
Ishaq bin Ibrahim mengatakan bahwa Yunus adalah seorang yang memiliki semangat tinggi dalam belajar sehingga ia tidak menikah. Beberapa karya beliau meliputi maanil Quran, kitab-kitab bahasa, maani syiir dan lain sebagainya.
3. Husain bin Ali al-Ju’fi
Beliau lahir pada tahun 119 H dan wafat pada 203 H. Beliau mendapat julukan “Syaikhul Islam” pada masa khilafah Ustmaniyah karena reputasi beliau dalam bidang agama. Beliau berguru kepada al-A’masy, Hamzah al-Zayyat, Abu Amr bin al-Ala’.
Husain bahkan tidak pernah terlihat tersenyum apalagi tertawa. Al-Hajjaj bin Hamzah mengatakan bahwa ia tidak pernah melihat Husain al-Ju’fi berbicara tentang dunia.
Ibrahim bin al-Syammas berandai-andai ingin memiliki kecerdasa Ibnu Mubarak dan sifat wara’nya serta kesabaran Husain al-Ju’fi, yakni sabar, tidak menikah dan tidak pernah berbicara perihal duniawi.
Bersambung.