JAKARTA, ISLAMI.CO – Yenny Wahid putri Abdurrahman Wahid alias Gus Dur mengenang ketauladanan kepemimpinan bapaknya.
Dalam laku hidupnya, menurut Yenny Wahid Gus Dur memiliki prinsip hidup “Menajamkan nurani, Membela yang lemah”. Prinsip inilah yang kemudian diusung sebagai tema Haul Gus Dur ke-15 Gus Dur di Ciganjur, Jakarta Selatan pada Sabtu (21/12/2024)
Bagi Yenny, meski menurut orang-orang Gus Dur tidak bisa melihat secara fisik tetapi penglihatan nurani Gus Dur begitu tajam. Gus Dur dengan penglihatan nuraninya, peka akan ketidakadilan yang mengemuka di tengah masyarakat.
“Dengan nuraninya itulah Gus Dur mampu melihat ketidakadilan mampu mendengar jeritan hati rakyat kecil di tengah kebisingan kekuasaan,” ucapnya saat mengisi sambutan Haul Gus Dur ke-15 pada Sabtu (21/12/2024) malam.
Baca juga : Di Haul Gus Dur, Yenny Wahid Ungkap Alasan Gunakan Tajamkan Nurani Membela yang Lemah
Sebagai pemimpin, menurut Yenny Wahid Gus Dur tidak menyelewengkan fungsi kekuasaan. Gus Dur selalu menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan-kepentingan rakyat, bukan untuk pribadi atau keluarganya.
“Keberaniannya menggunakan kekuasaan untuk melayani rakyat, bukan untuk melayani dirinya sendiri. Gus Dur memahami bahwa kekuasaan adalah amanah bukan alat untuk memanipulasi atau merugikan rakyat,” tutur Yenny Wahid.
Kepemimpinan Gus Dur tersebut berpijak atas kaidah bahwa kebijakan pemerintah atas rakyatnya haruslah disandarkan pada kemaslahatan masyarakat luas.
“Dia tidak pernah menggunakan jabatannya untuk memperkaya diri atau sekadar mempertahankan kekuasaan semua yang dilakukan beliau adalah untuk kepentingan masyarakat,” imbuhnya.
Ketauladanan inilah yang kemudian mesti ditiru dan dipelajari oleh masyarakat luas khususnya pada pejabat-pejabat negara seperti sekarang.
Kepolisian
Saat menjabat presiden, Gus Dur mengeluarkan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan Polri. Lewat ketetapan MPR tersebut, diputuskan aturan pemisahan fungsi TNI dan Polri sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Bagi Yenny, dengan penyatuan TNI dan Polri berpotensi penyalahgunaan kekuasaan dan tindakan-tindakan represi di tengah masyarakat. Gus Dur dengan kejernihan nuraninya, akhirnya mengeluarkan TAP MPR tersebut.
“Gus Dur dengan kejernihan pikirannya memahami bahwa untuk mewujudkan negara yang benar-benar demokratis kita harus memastikan bahwa kepolisian menjadi institusi sipil yang berfungsi melindungi rakyat bukan sebagai alat kekuasaan yang menindas,” jelasnya.
Saat ini, yang terjadi adalah aparat kepolisian yang seharusnya menjadi penjaga dan pengayom rakyat malah menjadi ancaman dan ketakutan bagi rakyat sendiri.
Baca juga : Gus Dur dan Munir, Jejak-Jejak Perjuangan Pembela HAM
Yenny lalu menyebutkan sederet rakyat yang menjadi korban kebengisan aparat kepolisian.
“Gamma Riskynata siswa SMK 4 semarang, Budiman Arisandi warga Palangkaraya, Haryono saksi pelapor yang saat ini dijadikan tersangka. Mereka adalah contoh kecil dari para korban abuse of power dari aparat kepolisian,” terangnya.
Yenny melanjutkan, Amnesty International telah merilis kebengisan aparat kepolisian sepanjang tahun 2024, tercatat terdapat 116 kasus penganiayaan oleh aparat polisi.
Oleh karenanya, Yenny mengajak masyarakat untuk tetap sadar atas peristiwa yang menimpa orang-orang kecil yang tertindas.
“Hal-hal semacam ini tentu menjadi perhatian kita semua, dan kita memberikan penekanan bahwa hal-hal semacam ini tidak boleh diterima,” tandasnya.