Apa yang membedakan Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) dan Abu Bakar Baasyir dalam kontrks penjara dan kemanusiaan? Dalam upaya menghormati manusia dan menegakkan kemanusiaan, saya tidak boleh membenci ABB secara personal, saya hanya benci terhadap perilaku ABB yang bertentangan dengan akal sehat dan konstitusi.
Membebaskan narapidana yang jelas-jelas melanggar kemanusiaan dan merusak bangsa ini, justru sebuah pelanggaran bagi kemanusiaan itu sendiri. Presiden Jokowi mestinya tidak risau dengan keberadaan ABB dalam tahanan. Sebab selama ini tak terdengar sayup-sayupnya sekalipun berkaitan dengan kondisi ABB yang sekian lama telah mendekam di penjara.
Presiden Jokowi tidak perlu ribet apakah ABB mesti dirangkul atau dipukul. Merangkul ataupun memukul keberadaan ABB hanya akan menjadi boomerang sendiri bagi Presiden Jokowi. Ada juga yang mengkhawatirkan kondisi ABB yang telah sepuh dan sakit-sakitan, sehingga kalau wafat dalam penjara, Presiden Jokowi yang akan kena batunya, akan dituduh sebagai Presiden yang menzalimi ulama.
Alasan ini (kontroversi Abu Bakar Baasyir) sama sekali tidak bisa diterima. Urusan sakit dan wafatnya seseorang bukan urusan Presiden Jokowi.
Perkara bahwa ABB adalah orang yang berpengaruh bagi kelompok jaringan teroris dan ektremis adalah satu hal, sementara hukuman setimpal bagi penjahat kemanusiaan dan perusak NKRI itu hal lain. Apalagi ABB terlihat keukeuh dengan keteguhannya yang tidak mau berkomitmen setia pada NKRI dan sejumlah persyaratan lainnya.
Semakin ribet adalah ketika keputusan kebijakan yang belum matang ini diputuskan di tengah-tengah musim panas Pilpres 2019. Meskipun bagi saya tidak ada keuntungan apapun dari rencana pembebasan tanpa syarat ini, sebab yang kena ‘batunya’ tetap Presiden Jokowi. Dan ini justru akan menjadi buah simalakama bagi Presiden Jokowi ketika isu ini digoreng sedemikian rupa oleh sebagian pihak untuk tuntutan pelegalal kembali Hizbut Tahrir Indonesia.
Akhirnya, sampai detik ini saya berharap agar Presiden Jokowi mengurungkan kebijakannya untuk membebaskan ABB. Termasuk harapan saya tertuju pada DPP PSI untuk juga bisa mendorong agar Presiden Jokowi meninjau ulang kebijakannya.
Kalau kembali saya boleh berharap, Presiden Jokowi mestinya mengapresiasi keteguhan BTP yang dihukum penjara atas dugaan penistaan agama yang tidak jelas. Apalagi BTP adalah mitra kerjanya Jokowi semasa menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Kalau tidak atas nama Presiden, Jokowi mestinya sejak awal dapat membantu mengeluarkan pendapat pembelaannya terhadap BTP sebagai pribadi, sebagai seorang sahabat BTP.