Washil Bin Atha’, pendiri aliran muktazilah adalah seorang pakar teologi yang sekaligus pakar linguistik dan balaghah. Kepiawaiannya di bidang kebahasaan menjadi rujukan para ahli bahasa Arab.
Hanya saja, dia memiliki masalah dalam artikulasi salah satu bunyi, yang dikenal dengan “al-lutsghah” (اللثغة), yaitu tidak mampu mengucapkan bunyi ra’ secara fasih, alias cadel. Ketidakmampuannya ini bahkan menjadikannya sebagai bahan perumpamaan oleh para penyair setelahnya, seperti syair pujian Abu Muhammad al Khozin terhadap Ismail bin Abbad:
نعم تجنّبَ “لا” يومَ العطاء # كما تجنّبَ ابنُ عطاء لفظة الرّاء
Fakta yang menarik dari Washil bin Atho’ adalah ketidakmampuannya mengucapkan ra’ sama sekali tidak mengganggu proses komunikasinya, bahkan sebaliknya, ia semakin terkenal di bidang bahasa, karena mampu menghindari huruf ra’ dalam setiap kata yang dia ucapkan. Dengan kata lain, dia tidak pernah sama sekali mengucapkan huruf ra’ dalam setiap kata dan kalimat yang ia ucapkan.
Semua kata yang mengandung bunyi ra’ akan ia ganti secara spontan, dengan kemampuan mengagumkan, dengan kata lain semakna yang tidak mengandung bunyi ra‘.
Dikisahkan bahwa Washil bin Atha’ jika ingin mengatakan البرّ (al-birr), ia menggantinya dengan القمح (al-qamhu) yang merupakan bahasa Arab Kufah atau الحنطة (bahasa Arab Syam).
Kata الفراش (al-firasy) akan ia ganti dengan المضجع (al-madhja‘), kata المطر (al-mathar) akan ia ganti dengan الغيث (al-ghaits), kata الحفر (al-hafr) akan ia ganti dengan النبش (an-nabs).
Al-Mubarrid dalam kitab al-Kaamil berkata bahwa Washil bin Atha’ adalah sebuah keajaiban, karena dia sangat parah lutsghah-nya di bunyi ra’, tapi ia mampu membersihkan semua ucapannya dari bunyi ra’ tanpa berpikir, karena kemampuannya berbicara dan kelancaran lafa-lafaznya.
Diceritakan dalam kitab Al-Balaghah al-Muyassarah, ketika Washil bin Atha melewati kerumunan, orang-orang ingin menertawakan kecadelannya, mereka berkata, “bagaimana caramu mengucapkan kata berikut:
جرَّ رمحَه، وركبَ فرَسَه، وأمرَ الأميرُ بحفر بئر على قارعة الطّريق؟”
dengan spontan Washil menjawab:
“سحبَ ذَابلَه، وامتطى جوادَه، وأوجبَ الخليفةُ نقْبَ قليب على الجادّة.”
Washil terbukti mampu mengucapkan kalimat-kalimat yang diberikan tanpa bunyi ra’ sama sekali, namun maknanya sama.
Pernah juga beberapa orang memberinya secarik kertas dan memerintahkannya untuk membacakannya, tertulis dalam kertas tersebut:
أمر أمير الأمراء، بحفر بئر في قعر الصحراء، يشرب منه الحاضر والمسافر.
Tanpa ragu, ia langsung membuang kertas tsb, lalu berdiri dan berkata dihadapan semua yang hadir dengan lancar:
قضى والي الولاة، بشق جبّ في وسط البيداء، يستقي منه الظاعـن والمقـيم.
Diceritakan juga dalam Wafyaatul A’yaan, ketika Bassyar bin Barad sang penyair buta mencaci Washil dan membenarkan Iblis yang mengunggulkan api atas tanah, serta menganggap semua orang Islam telah kafir sepeninggal Rasul. Washil merasa tidak enak dan mengomentarinya dengan pernyataan yang tanpa ada huruf ra’-nya sebagai berikut:
أما لهذا الأعمى الملحد المشنّف المُكنّى بأبي مُعاذ من يقتله، أما والله لولا أنّ الغيلة سجيّة من سجايا الغالية، لبعثت إليه من يبعج بطنه على مضجعه، ويقتله في جوف منزله وفي يوم حفله.
Bahkan dalam kitab al-Bayan wat Tabyin, diceritakan, bahwa Washil bin Atha’ pernah menyampaikan khutbah panjang dan satupun tidak mengucapkan kata yang mengandung bunyi ra‘ sama sekali.
Wallahu A’lam.