Setelah sempat alot, akhirnya RUU Antiterorisme disepakati oleh DPR. Hal ini terungkap dari laporan Ketua PansuUU Antiterorisme, M Syafii saat rapat paripurna DPR ,Jumat (25/05). Pada sidang tersebut para anggota dewan menyatakan persetujuannya.
Syafii mengatakan bahwa DPR telah mengadakan pertemuan dengan sejumlah pihak mulai dari LSM, pemerintah hingga ormas. “Kapolri, Komnas HAM, Kemenag, Setara Institute, ICJR,” ujar Syafii. Ia kemudian menjelaskan tentang hal-hal baru yang dimuat dalam RUU Antiterorisme. “Mengatur kriminalisasi baru yang sebelumnya bukan tindak pidana terorisme,” sebut Syafii. Pada UU ini disepakati bahwa perbuatan yang bisa digolongkan terorisme adalah pidana ‘dengan kekerasan atau ancaman kekerasan… yang bermotif politik atau ideologi,” kata Ketua Pansus RUU Terorisme, Muhammad Syafi’i yang dilansir laman BBC Indonesia.
“Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan,” begitu bunyi definisi tentang terorisme.
Adapun perbuatan yang bisa digolongkan pidana terorisme menurut UU yang baru ini antara lain:
• Merekrut orang untuk jadi anggota korporasi atau organisasi terorisme
•Sengaja mengikuti pelatihan militer atau paramiliter di dalam dan luar negeri, dengan maksud merencanakan, atau mempersiapkan, atau melakukan serangan teror
•Menampung atau mengirim orang terkait serangan teror
•Mengumpulkan atau menyebarluaskan dokumen untuk digunakan dalam pelatihan teror
•Memiliki hubungan dengan kelompok yang dengan sengaja menghasut untuk melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan.
•UU terorisme ini juga berbicara tentang pemilikan senjata kimia, biologi, radiologi, biomolekuer, atau momponen-komponennya.
Disebutkan pula, setiap perbuatan terorisme yang melibatkan anak, diancam mendapat hukuman tambahan sepertiga dari hukuman yang dijatuhkan.