Tujuh Hukum Shalat Berjamaah

Tujuh Hukum Shalat Berjamaah

Tujuh Hukum Shalat Berjamaah

Sebagaimana diketahui, shalat berjamaah sangat dianjurkan dalam Islam. Dalil anjuran mengerjakan shalat berjamaah sangatlah banyak, baik dalil yang berasal dari perkataan ataupun perbuatan Rasulullah sendiri. Dalam hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim misalnya, Rasulullah bersabda:

صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً

“Shalat berjamaah lebih utama dua puluh tujuh derajat dibandingkan shalat sendirian” (HR: Bukhari dan Muslim)

Ulama berbeda pendapat mengenai hukum shalat berjamaah: ada yang berpendapat bahwa shalat berjamaah fardhu kifayah. Ini pendapat paling kuat dan di antara ulama yang mengikuti pendapat ini adalah Imam al-Nawawi. Sementara Imam al-Rafi’i mengatakan shalat berjamaah sunnah muakkad.

Untuk lebih jelasnya, mengenai hukum shalat berjamaah, Hasan bin Ahmad al-Kaf memerinci hukum shalat berjamaah menjadi tujuh hukum. Berikut uraiannya:

Pertama, shalat berjamaah fardhu a’in, wajib dilakukan khusus pada shalat Jum’at bagi kaum laki-laki. Kalau shalat Jum’at tidak dikerjakan secara berjamaah, hukumnya tidak sah.

Kedua, shalat berjamaah fardhu kifayah dalam konteks shalat wajib lima waktu bagi orang yang mampu melaksanakannya dan menetap. Fardhu kifayah berati kewajiban kolektif. Kalau sudah ada sebagian masyarakat yang mengerjakannya, kewajiban masyarakat lainnya sudah gugur. Sebaliknya, kalau tidak ada yang mengerjakannya, seluruh masyarakat kampung bisa berdosa.

Ketiga, shalat berjamaah disunnahkan pada shalat sunnah yang disyariatkan berjamaah, seperti shalat dua hari raya: idul fitri dan idul adha, dan shalat istisqa.

Keempat, shalat berjamaah dianggap mubah pada shalat sunnah yang tidak disyariatkan berjamaah, seperti shalat dhuha dan rawatib.

Kelima, shalat berjamaah dianggap khilaful ula bila yang menjadi imam dengan niat shalat ada’, sementara makmumnya niat qadha’, ataupun sebaliknya.

Keenam, shalat berjamaah makruh bila yang menjadi imam orang fasik.

Ketujuh, shalat berjamaah dihukumi haram, meskipun shalatnya tetap sah, bila dilaksanakan di area ghosob, atau shalat di atas tanah hasil rampasan atau diperoleh dari cara yang tidak halal.