“Hanya ada dua berita tentang kami. Cerita buruk: Kami adalah teroris. Cerita bagus: Kami diduga teroris,” tutur komedian Dean Obeidallah.
Dean adalah Komedian muslim Amerika yang menggunakan 17 tahun dalam hidupnya untuk melawan kebencian, khususnya Islam. Senjata utamanya yaitu humor. Ia kerap membicarakan hubungan islam dan agama-agama lain seperti Yahudi, Katolik dan lain-lain. Komedi memang tidak bisa jauh dari kritik sosial yang terjadi, sering kali para komedian menggunakan keresahan pribadinya tentang fenomena sosial menjadi bahan lelucon. Komedi adalah perlawanan.
Di Jawa, dulu, ada kelompok Ludruk bernama Cak Durasim pada masa pendudukan jepang. Cak Durasim menyampaikan kritikannya dengan Parikan (pantun Jawa) yang berbunyi “Bekupon omahe doro, melok Nippon tambah soro”. Ironis pantunannya menyebabkan Cak Durasim di tangkap dan di eksekusi oleh tentara Kempetai Jepang.
Begitupula yang dilakukan pada kelompok lawak legenderis Warkop DKI,mereka menyampaikan kritik sosial yang cerdas dan berani di zaman Orde Baru. “Jangkrik boss!” menjadi ungkapan paling populer sejak muncul di film Chips Warkop DKI tahun 1982.
Ketika Kasino bilang “Jangkrik boss!”, si Bos langsung mengeluarkan ‘uang tutup mulut’ agar aibnya yang tertangkap basah dengan perempuan tidak dibongkar. Ungkapan “jangkrik boss” sejatinya sindiran tentang “budaya” korupsi, kolusi dan perbuatan tidak terpuji lainnya.
Meski bisa membuat tertawa terpingkal, kritik sosial dalam komedi menjadi sesuatu yang tajam dan bikin panas orang-orang yang diungkapkan keborokannya
Kisah Ibrahim; Komedi Menyindir dalam Islam
Pandangan pribadi, saya melihat al Qur’an dan hadist meski lebih dikenal untuk hukum agama dan tauhid, tetapi sebenarnya memiliki unsur komedi cerdas dan mengajak kita berpikir bersama. Coba baca surah Al Anbiyaa’: 59-68 yang mengisahkan nabi Ibrahim.
Setiap kali saya membaca kisah Nabi Ibrahim, saya tertawa. Dia berdiri sebagai pemuda di depan para tetua desa di pagi hari setelah dia memotong kepala berhala. Lucunya nabi Ibrahim menggantung kapak di satu patung yang tersisa. Orang satu kampung marah, mereka persekusi Ibrahim dan meminta bertanggung jawab.
Nabi Ibrahim menjawab, “Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara”. (QS. Al Anbiyaa’ : 63).
Saya bisa bayangkan bagiamana marahnya diceng-cengin dengan tajam dan sukses menusuk kesombongan dan perasaan paling benar para penyembah berhala. Ini adalah momen yang ultimed lucunya. Seperti kita tahui bersama, respon
Ketika kebenaran telah Nampak dari argumen Nabi Ibrahim, penyembah patung berhala beralih menggunakan cara kekerasan. Alasannya Nabi Ibrahim menghancurkan patung mereka dan menghina sesembahan mereka. Mereka berkata, “Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak.” (QS. Al Anbiyaa’: 68).
Tersindir Malah Marah
Berkaca pada cara Nabi Ibrahim, hari ini banyak komedian yang menjadi korban dari pihak yang disindir perbuatannya. Di antaranya Tretan Muslim dan Coki Pardede. Mereka berdua memang dikenal frontal selama ini memang menggunakan isu toleransi, keberagamaan dan kritik sosial lainnya dalam lawakannya. Beberapa kali mereka diancam dari berbagai pihak yang merasa tersendir.
Saya heran saja dengan orang-orang yang disindir prilakunya bukannya menyesal dan memperbaiki perilakunya. Malah balik teriak ngomel-ngomel, playing victim dan bahkan menyebut orang lain penista agama.
“Cacian, persekusi, menghalalkan darah saya, darah temen saya bahkan ancaman pembunuhan terhadap saya, orang terdekat saya, saya yakin hal tersebut tidak mencerminkan ajaran Islam,” tutur Muslim dalam video terakhir dan perpisahan tersebut.
Jika masa Nabi Ibrahim dicerca oleh penyembah berhala karena menyampaikan kebenaran, mmaka Muslim adalah orang yang dicerca oleh penyembah ego mereka yang merasa paling benar. Berhala mereka bukanlah patung, tetapi pemahaman, wawasan dan kebenarannya subjektifnya sendiri. Bagaimana menurutmu?
Satu hal yang pasti, Tretan Muslim-Coki Pardede tidak sendirian, ada kita, muslim yang tidak tersinggung dan menganggapnya sebagai bagian otokritik. Jadi, teruslah berkarya dan jangan takut menghadapi muslim yang galak-galak ini karena kami ada di belakangmu.