Hadis pertama dalam bab Nikah Shahih al-Bukhari menceritakan tentang tiga sahabat nabi yang memiliki semangat tinggi dalam beribadah, mereka merencanakan ibadah-ibadah yang dahsyat dengan alasan ketaatan. Namun, Rasulullah mengingkari semangat mereka itu.
Peristiwa itu agaknya sama dengan kasus yang berkembang saat ini, di mana sebahagian orang dengan alasan taat dan keyakinan yang kuat kepada Allah, ia mengabaikan peringatan ulama untuk menghindari penyebaran virus korona, dengan tidak mengadakan perkumpulan, termasuk shalat Jum’at dan Jamaah sementara waktu di tempat-tempat yang bebas keluar masuk orang-orang entah dari mana. Tidak sampai di situ, bahkan ia membantah, ngeyel dan lancang mengatakan “Takut korona atau takut kepada Allah”.
Jadi, bagaimana kisah sahabat yang semengat ibadahnya justru dibantah oleh Nabi itu?
Suatu hari datang tiga kelompok orang ke rumah istri-istri Nabi, mereka menanyakan mengenai ibadahnya Nabi. Ketika mereka diinformasikan mengenai ibadah Nabi, mereka merasa bahwa ibadah Nabi itu sedikit/enteng.
Mereka pun berfikir: siapa kita dibandingkan Nabi? Beliau mendapatkan kepastian ampunan (maksum). Sedangkan kita tidak.
Menyikapi logika ini, salah seorang dari mereka menanggapi: saya akan selalu melaksanakan shalat malam selamanya. Yang satunya berkata: saya akan puasa setiap hari. Yang lain pun menimpali: saya akan menjauhi perempuan dan tidak akan menikah.
Kemudian Rasulullah mendatangi mereka dan meminta klarifikasi, kalian kah yang berujar begini dan begini?
Beliau pun kemudian mematahkan logika mereka tadi, seraya mengucap sumpah kepada Allah, bahwa beliau sebagai manusia yang paling takut kepada Allah dan yang paling bertakwa saja kadang puasa kadang tidak, ada saatnya shalat malam dan ada saatnya tidur, serta juga menikah.
Sanggahan beliau itu ditutup dengan kata-kata mengandung peringatan keras: siapa yang tidak suka dengan sunnahku maka dia bukanlah dari golonganku.
Dari sini, dapat dipahami bahwa ada yang keliru dari cara berfikir sahabat tadi, lalu diluruskan oleh Rasulullah.
Logika mereka: kalau Rasulullah tak berdosa, wajar dong ibadahnya cuma segitu; sedangkan kita yang belum ada jaminan ampunan Allah harus beribadah lebih dari Nabi. Ternyata fikiran mereka itu dibantah oleh Rasulullah. Bahwa beliau sebagai orang yang paling bertakwa saja ibadahnya segitu, lha kamu yang bukan selevel beliau kok malah mau melebihi beliau!
Kasus saat ini terkait penyebaran virus agaknya juga senada, para ulama yang pakar di bidangnya itu, yang berpuluhan tahun mendalami bidangnya, menfatwakan untuk tidak menyelenggarakan shalat Jamaah di masjid umum untuk sementara waktu, lha kok kamu yang tidak membidangi malah ngeyel menentang mereka?
Menjalankan agama tidak cukup dengan semangat saja. Kudu ada ilmunya