Niat dalam shalat merupakan bagian dari rukun yang harus dipenuhi agar shalat yang dilaksanakan menjadi sah serta gugur kewajibannya. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika seorang yang akan melafalkan niat shalat.
Niat yang biasanya kita lafalkan dalam hati untuk shalat adalah sebagaimana berikut:
اُصَلِّىْ فَرْضَ الصُّبْحِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ اَدَاءً (مَأْمُوْمًا)/(إِمَامًا) لِلهِ تَعَالَى
“Saya niat shalat fardhu subuh (jika shalat subuh) dua rakaat dengan menghadap kiblat dalam keadaan ada’ menjadi ma’mum/imam karena Allah Swt.”
Di antara beberapa komponen niat yang terdapat dalam contoh niat subuh di atas, ada beberapa komponen yang wajib ada atau harus diucapkan oleh seorang yang akan melaksanakan shalat. Komponen tersebut adalah:
Pertama, qasdul fi’li. Qasdul fi’li adalah menyengaja shalat. Komponen ini berada pada lafal niat Ushalli (saya niat).
Kedua, ta’yin. Ta’yin adalah menentukan jenis shalat yang akan dilaksanakan seperti dhuhur atau ashar. Komponen ini jika dalam niat lengkap seperti contoh di atas adalah ungkapan “subhi”.
Ketiga, fardhiyah. Fardhiyah adalah menyatakan bahwa shalat yang akan dilaksanakan adalah fardhu (wajib). Seperti ungkapan “fardhu subhi, fardhu maghribi atau fardhu ashri.”
Sehingga sebenarnya tanpa menyebutkan jumlah rakat atau menghadap kiblat, niat tetaplah sah.
Namun juga, di antara tiga komponen tersebut tidak harus disebutkan semua. Ada beberapa shalat yang bisa sah niatnya tanpa harus menyebutkan ketiga komponen tersebut. Hal ini tergantung denga tingkatan niatnya masing-masing.
Sebagaimana disebutkan oleh Syekh Salim bin Sumair al-Hadhrami dalam kitab Safinatun Naja, ada tiga tingkatan dalam niat shalat.
Pertama, jika shalat yang dilaksanakan adalah shalat fardhu, maka harus menyebutkan ketiga komponen dalam niatnya. Yakni qasdu fi’li, ta’yin dan fardhiyah. Sebagaimana contoh niat di atas.
Kedua, jika shalat yang dilaksanakan adalah shalat sunnah yang terbatas oleh waktu seperti shalat rawatib atau shalat sunnah yang terikat sebab (shalat gerhana, shalat tahiyat masjid dan lain sebagainya) maka hanya wajib menyebutkan qasdul fi’li dan ta’yin.
Ketiga, jika shalat yang dilakukan adalah shalat sunnah mutlak maka hanya wajib memasukkan qasdul fi’li saja dalam niatnya.
Waallahu A’lam.
Disarikan dari kitab Safinatun Naja karya Syekh Salim bin Sumair al-Hadhrami