Sudan adalah salah satu negeri yang memiliki beberapa kesamaan tradisi keagamaan dengan Indonesia, salah satunya adalah tarekat sufi. Beberapa tarekat sufi yang kita temui di Indonesia juga dapat kita temukan di sana, bahkan setiap tahun Sudan memiliki acara besar yang diperuntukkan khusus jamaah tarekat.
Selain itu, tarekat sufi di Sudan juga memiliki beberapa hal yang menarik. Tercatat ada tiga hal menarik yang dapat kita temui pada amalan-amalan jamaah tarekat sufi di Sudan.
Pertama, Khalwah dan laouh
Khalawah secara bahasa bisa diartikan dengan menyepi untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kata tersebut mungkin tidak asing lagi bagi pegiat spiritual keagamaan. Khalwah di Sudan bukan hanya belajar memenuhi kebutuhan spiritual dengan berdzikir dan tafakur (perenungan tentang kekuasaan Tuhan), tetapi juga menerapkan sistem pengajaran baca-tulis dan hafalan Al-Quran, persis seperti pertama kali Rasulullah SAW belajar dengan malaikat jibril ketika khalwah di goa Hira.
Ada satu hal yang membuat penulis kagum, selain semangat para peserta khalwah yang mayoritas merupakan anak kecil dari desa-desa yang jauh dari tempat khalwah, yaitu metode baca, tulis Al-Quran dan metode menghafalnya.
Peserta khalwah diwajibkan untuk menulis ayat Al-Quran yang sudah dihafalnya pada sebuah laouh (papan kayu kecil). Metode menghafal seperti ini yang belum pernah saya temukan sebelumnya.
Setiap selesai sholat subuh, tepatnya setelah melakukan dzikir rutinan tarekat ba’da subuh, anak-anak diwajibkan membaca dan mengulang bacaan Al-Qurannya sampai hafal dan diberi waktu sampai jam makan pagi, yaitu sekitar pukul 09;00 CAT (Central African Time).
Setelah itu mereka menuliskan hasil hafalannya pada laouh yang telah disediakan di tempat khalwah. Hasil menghafal pagi akan kembali di-muraja’ah setelah shalat isya’ dengan metode muraja’ah keliling halaman masjid oleh semua peserta khalwah. Setelah muraja’ah selesai, biasanya mereka menyetorkan hafalan pada guru masing-masing dengan membawa tulisan hafalan pada laouh mereka. Hal ini dilakukan untuk mengecek keselarasan hafalan dengan tulisan.
Kedua, zikir dan madih.
Zikir adalah sebuh konsumsi pokok dari seorang sufi. Setiap sufi mempunyai zikir yang khas dari masing-masing tarekat yang di ikutinya: ada amalan harian, mingguan dam juga amalan bulanan.
Amalan harian meliputi Zikir Karamat (zikir wajib) dan juga Zikir Hasanat (zikir sunnah). Adapun Zikir Karamat adalah sebuah zikir yang tata-cara pengamalannya telah ditetapkan oleh guru tarekatnya. Tujuan dan manfaatnya adalah agar mendapat manfaat dari zikir, baik yang bersifat duniawi ataupun ukhrowi, seperti halnya manisnya iman, ketentraman hati, kebahagiaan, mulianya ahlak dan perilaku. Sedangkan Zikir Hasanat adalah sebuah zikir yang diamalkan semata untuk mencari pahala ahirat dan tentu juga untuk mengharap rahmat Allah SWT.
Amalan mingguan biasanya diadakan di masjid masing-masing tarekat. Setiap tarekat memiliki hari masing-masing, ada yang melakukannya di hari jumat, ada pula yang di hari kamis. Kegiatan mingguan ini diisi dengan mujahaddah (zikir bersama) yang dipimpin langsung oleh khalifah atau mursyid.
Sebelum zikir bersama dimulai, biasanya diawali dengan shalat sunnah, seperti shalat taubat, shalat tasbih, shalat hajat, dan shalat ghoib. Setelah itu, mereka melakukan zikir bersama dengan berhadap-hadapan membentuk garis lurus. Setelah zikir usai dilanjutkan dengan kajian kitab kuning yang membahas tentang hadis ataupun sejarah nabi, disusul dengan pembacaan shalawat dan diakhiri dengan makan bersama.
Adapun zikir bulanan biasanya disebut juga manaqaiban, tak beda jauh dengan kegiatan mujahadah mingguan dalam amalan-amalannya.
Ketiga, Madih
Madih adalah seorang yang membawakan bacaan shalawat nabi setelah berakhirnya kegiatan mingguan dan bulanan. Madih dilakukan di halaman depan masjid. Biasanya terdiri dari satu vokal utama dan dua backing vokal untuk membacakan sholawat nabi dengan langgam khas Sudan yang nadanya seperti sinden langgam Jawa.
Ketika madih membacakan lantunan shalawat nabi, para jamaah disuguhi teh panas sebagai jamuan acara penutup. Sebagian jamaah menari berputar-putar ala sufi di depan para jama’ah lain. Sebagian yang lain hanya mengangkat tongkat dan berkeliling seraya berkata “absyir” dengan pakaian khas Sudan, jalabiyah (jubah khas sudan tanpa kerah dan lubang lengan sampai dua jengkal). Mereka mendengarkan dan meresapi bacaan shalawat nabi yang di lantunkan oleh madih dengan penuh kebahagiaan.
Wallahu A’lam.