Tiga Adab Amar Makruf Nahi Munkar

Tiga Adab Amar Makruf Nahi Munkar

Tiga Adab Amar Makruf Nahi Munkar

Memerintah kebajikan dan menegur kemunkaran hendaknya tidak dilakukan secara anarkis, membuat kekacauan apalagi menimbulkan kerusakan yang lebih besar. Dewasa ini marak terjadi penyampaian dakwah oleh para ustadz karbitan yang alih-alih menyejukkan, yang ada justru meninggalkan masalah besar di masyarakat. Hal ini disebabkan para pendakwah prematur tersebut tidak memperhatikan tiga adab pokok yang semestinya dilakukan oleh para dai dalam menyerukan amar ma’ruf nahi munkar.

Penyeru amar ma’ruf nahi munkar hendaknya memiliki tiga adab pokok sebagai berikut:

Pertama, ilmu.

Pendakwah wajib memiliki ilmu yang memadai. Harus mengetahui apakah kemungkaran yang dicegahnya merupakan persoalan yang disepakati ulama akan keharamannya atau tidak. Sebab tidak semua kemungkaran bisa diingkari, hanya perkara-perkara yang tergolong mujma’ ‘alaih (disepakati ulama’) saja. Semangat membela agama tanpa didasari ilmu yang mumpuni justru menimbulkan masalah besar, dampak buruknya lebih dominan dari pada nilai positifnya.

Kedua, wira’i (memiliki kehati-hatian yang tinggi).

Semangat menyampaikan amar makruf nahi munkar merupakan hal yang baik. Namun juga harus diimbangi dengan pengendalian diri. Butuh kecermatan tingkat tinggi apakah ajakannya berbuah positif atau justru sebaliknya. Aksi-aksi brutal dan galak yang dapat menyakiti atau mengganggu ketentraman publik sejatinya adalah dorongan nafsu, pelakunya maghrur (terbujuk tipu daya setan). Mereka yang menyakiti masyarakat, memandang hina, mengklaim dirinya paling ‘nyunah’, menganggap pihak lain berbuat bid’ah, menyempitkan barisan shaf salat dengan cara-cara yang meresahkan, misalnya, tidak lain adalah tindakan orang-orang dungu dan bodoh. Mereka mengejar sunah namun melalaikan kewajiban menjaga ketentraman publik. Semoga kita dilindungi Allah dari mereka dan semoga mereka ditunjukan kepada jalan yang benar.

Ketiga, budi pekerti yang baik.

Berbudi pekerti yang baik sebagaimana dikatakan Sayyidina Ali Ra adalah “Muwafaqat al-Nas Ma ‘ada al-Ma’ashi”, mengikuti tradisi masyarakat selain dalam hal kemaksitan. Poin ketiga ini adalah asas dalam menyeru kebaikan. Sesungguhnya penyeru kebaikan yang tidak berbudi luhur lebih banyak mudlarat-nya. Kecermatan dalam menerapkan strategi berdakwah tidak akan tercapai kecuali dengan akhlak yang baik dan mampu menahan diri dari nafsu pemarah.

Adab ketiga ini merupakan adab yang dicontohkan para wali songo dalam mendesimenasikan ajaran Islam kepada masyarakat jawa. Penyampaian ajaran Islam dikombinasikan dengan memperhatikan kearifan lokal. Rasulullah dalam dakwahnya selalu menekankan pentingnya menjaga tradisi masyarakat Arab. Bahkan beberapa tuntunan ibadah syariat seperti kurban, tawaf, sa’i dan lain sebagainya merupakan hasil harmonisasi agama dan budaya yang dilakukan Rasulullah Saw.

Demikianlah tiga adab pokok amar ma’ruf nahi munkar yang pada intinya harus dilakukan dengan cara yang baik. Diriwayatkan dari al-Baihaqi bahwa Rasulullah Saw bersabda “Barang siapa menyeru kebaikan, maka menyerulah dengan cara yang baik”.

Wallahu a’lam bisshawab.

Sumber bacaan: Syaikh Hasan Ayub, al-Suluk al-Ijtima’i fi al-Islam dan al-Dahlawi, Hujjatullah al-Balighah.

*) Penulis adalah Pegiat Komunitas Literasi Pesantren (KLP), tinggal di Kediri