Ilmu terus berkembang sejak zaman dahulu. Dari yang semula hanya terdiri atas beberapa ilmu, selanjutnya berkembang menjadi banyak cabang yang memiliki kajian lebih spesifik. Ilmu agama, misalnya, dari yang semula hanya ada Al-Qur`an dan Hadis, kemudian berkembang menjadi tafsir, fikih, ushul fikih, hingga tasawuf. Ilmu alam berkembang menjadi geografi, geologi, hingga astronomi. Lalu, muncul pertanyaan, dari sekian banyak ragam keilmuan, apa ilmu yang paling penting untuk dipelajari?
Menurut Prof. M. Quraish Shihab, ilmu yang paling penting untuk dipelajari adalah ilmu yang tanpa mengetahuinya, kita tidak bisa menyempurnakan kewajiban kita.
“Ilmu itu banyak nggak? Banyak ragamnya. Apa yang paling penting? Saya kasih rumusnya. Ilmu yang paling penting anda ketahui adalah ilmu yang tidak menjadi baik kewajiban anda kecuali anda dengan mengetahuinya,” terangnya saat mengisi kuliah umum bertajuk “Meredupnya Karya-Karya Tafsir dan Ulumul Qur`an di Nusantara Pasca Al-Misbah” di Masjid Istiqlal pada Rabu (15/2) kemarin.
Karena ilmu yang paling penting dipelajari berkaitan erat dengan kewajiban kita, maka kita terlebih dahulu harus mengetahui kewajiban yang kita emban.
“Apa kewajiban anda? Kita setiap orang (muslim) wajib sholat lima waktu. Harus tahu (ilmunya). Karena itu (sholat) kewajiban anda,” lanjutnya.
Namun, Quraish Shihab tidak hanya membatasi kewajiban sholat saja. Karena memang setiap orang juga memiliki berbagai kewajiban lainnya. Mulai dari pekerjaan, kehidupan rumah tangga, dan lain sebagainya.
“(Misalnya) anda guru. Mengajar apa? (Misalnya) mengajar bahasa Inggris, harus paling tahu bahasa inggris,” ujarnya.
Artinya, ilmu yang penting dipelajari tidak hanya ilmu Agama saja. Setiap ilmu yang bisa menjadi perantara sempurnanya kewajiban kita, maka itu menjadi penting untuk dipelajari. Seorang penegak hukum, penting untuk mempelajari ilmu Hukum. Seorang dokter penting untuk mempelajari ilmu Kedokteran. Menjadi orang tua yang baik itu wajib, karena itu ilmu parenting menjadi penting untuk dipelajari oleh setiap orang tua. Dan beragam contoh lainnya.
Yang menarik, Quraish Shihab menekankan bahwa ilmu yang tidak berhubungan dengan kewajiban, maka tidak harus dipelajari.
“(Guru bahasa Inggris) harus paling tahu bahasa Prancis? Nggak usah. Harus tahu ilmu Bumi? Tidak usah,” tuturnya.
Dengan begitu, seseorang bisa fokus untuk mempelajari ilmu-ilmu yang menunjang dirinya dalam menjalankan kewajibannya saja. Sehingga ia bisa benar-benar menguasai ilmu tersebut secara mendalam.
“Jadi, jangan setengah-setengah. Sudah tahu fikih, (tapi) tahunya setengah-setengah,” ujarnya.
Sikap yang ditekankan oleh Quraish Shihab itu berbanding terbalik dengan fenomena saat ini. Di era pesatnya arus informasi, orang begitu mudah mempelajari berbagai ilmu. Sayangnya, karena terlalu banyak ilmu yang dipelajari, ia tidak cukup waktu untuk mendalaminya. Dan dengan ilmu yang masih sebatas di permukaan, terkadang mereka justru merasa paling tahu segala sesuatu.
Sebelumnya, Quraish Shihab juga menjelaskan makna “ilmu” itu sendiri. Ia menjelaskan, kata yang terdiri atas huruf ‘ain, lam, dan mim itu menunjukkan makna “kejelasan”.
“Jadi, kalau remang-remang, bukan ilmu namanya,” tegasnya.
Oleh karena itu, menurut Quraish Shihab, mereka yang disebut ulama seharusnya tidak berbicara remang-remang, melainkan harus jelas. Sehingga membuat jamaah yang menyimak langsung bisa memahami ilmu yang ia sampaikan. [NH]