Beredar video seorang tokoh melarang tepuk tangan dalam sebuah forum karena menganggap tepuk tangan budaya Yahudi. Anggapan semacam ini tentu bukan pertama kali terjadi di Indonesia. Sebelumnya juga banyak orang Islam yang melarang apa saja yang dianggap menyerupai budaya Yahudi, Nasrani, ataupun pemeluk agama lain.
Ustadz Ahong dalam cuitan twitternya menyatakan bahwa anggapan seperti ini adalah sesuatu hal yang berlebihan. Masak setiap sesuatu yang sama dengan budaya Yahudi harus dilarang. Karena, Rasulullah saja dulu, pernah mengikuti gaya sisiran rambut orang Yahudi dan Nasrani. Kalau mengikuti budaya dan tradisi Yahudi dan Nasrani dilarang, tentu Rasul tidak akan melakukannya.
Kemudian, kata Ustadz Ahong, dulu Nabi juga pakai Jubah Syamiyah, yaitu pakaian yang diproduksi orang Nasrani dari Syam, sekarang Suriah. Menurut Syekh Thahir bin Asyur, Rasulullah melakukan puasa Asyura, setelah melihat Yahudi Madinah melakukan puasa. Yahudi Madinah puasa karena beranggapan Nabi Musa diselamatkan dari kejaran Fir’aun pada hari Asyura. Supaya tidak sama persis dengan mereka, Rasulullah menambahkan puasa pada tanggal sembilan Muharram, atau dikenal dengan puasa Tasu’a.
Argumen selanjutnya, kalau ada kekeliruan dalam shalat berjamaah, perempuan dibolehkan mengingatkan imam dengan tepuk tangan, sementara laki-laki melafalkan tasbih. Kalau dalam shalat saja dibolehkan, apalagi di luar shalat. Terakhir, Darul Ifta’, lembaga fatwa otoritatif di Mesir, sudah mengeluarkan fatwa tentang kebolehan tepuk tangan untuk memberi semangat dan motivasi.
Jadi, mengikuti tradisi dan budaya Yahudi dan Nasrani tidak selamanya dilarang di dalam Islam, karena seperti yang disebutkan di atas, Rasulullah juga pernah mengikuti gaya sisiran rambut Yahudi dan Nasrani, dan menggunakan pakaian yang dibuat orang Nasrani. Rasulullah melarang melakukan aktifitas yang berkaitan erat dengan akidah dan ibadah agama lain.