Hari-hari ini, di social media entah Facebook atau Twitter seringkali kita temukan orang-orang yang menyebut orang lain sebagai kafir. Saya sendiri pernah dibilang kafir, liberal, sesat. Bahkan saya juga pernah didoakan masuk neraka.
Entah karena didorong oleh ajaran dan keyakinannya atau sekedar karena kebencian sosial-politiknya, banyak orang dengan ringan menyebut orang lain—meski ia bersyahadat dan shalat—sebagai kafir. Sering yang melakukannya orang-orang yang membaca Arab gundul (tanpa harakat) saja tidak bisa, tapi tak sedikit orang yang cukup berilmu juga melakukannya.
Dalam merespon fenomena ini, ada baiknya kita belajar dari Syekh Nawawi Al-Bantani, ulama besar kelahiran Banten. Dalam kitab Maraqil Ubudiyah yang merupakan sarah (penjelasan) dari Bidayatul Hidayah Imam Ghazali, Syekh Nawawi mengingatkan agar seorang muslim jangan pernah menyebut atau menuduh muslim lainnya sebagai kafir atau musyrik. Karena hal itu sangat sulit sekali dibuktikan dan hanya Allah yang mengetahui rahasia dan isi hati seseorang.
Nabi sendiri dalam sebuah riwayat mengatakan, “Tidak bersaksi seseorang atas orang lain sebagai kafir melainkan salah satu dari keduanya akan mendapat kekafiran. Apabila benar yang dituduh memang kafir, maka perkataannya memang benar, tetapi jika keliru maka sang penuduh telah kafir karena tuduhannya.”
Syekh Nawawi dalam penjelasannya mengatakan hendaknya manusia tidak ikut campur dalam rahasia seorang hamba (manusia) dengan Tuhannya. Apa yang menjadi rahasia dan wewenang Tuhan hendaklah tidak diambil oleh manusia.
Bukan hanya mengingatkan agar tidak mengafirkan, Syekh Nawawi juga mengingatkan agar kita tidak melaknat mahluk Tuhan atau mendoakannya agar celaka atau masuk neraka. Karena boleh jadi orang yang kita laknat justru yang di akhir hidupnya mendapat hidayah, khusnul khotimah dan termasuk orang-orang yang di akhirat di tempatkan di dekat-Nya.
Demikianlah nasehat dan peringatan dari Syekh Nawawi di kitabnya, agar kita menjaga lisan kita. Karena salah satu yang paling sering menyebabkan manusia masuk neraka, kata Syekh Nawawi, tak lain adalah lisannya—karena berdusta, memfitnah, menuduh tanpa bukti, suka memaki, menggunjing dan hal-hal tidak menyenangkan lainnya.
Dalam sebuah sajaknya Imam Syafi’i berkata,
jagalah lisanmu wahai manusia
jangan sampai ia menyengatmu
karena sesungguhnya ia adalah ular berbisa
banyak orang terbunuh karena lisannya
padahal banyak pemberani takut bertemu dengannya