Hatim al-Asham, seorang ulama tersohor yang wafat di Baghdad, Irak tahun 852 M atau 237 H. Imam Ghazali dalam kitab Nashaihul Ibad, pernah menceritakan kisah unik dibalik penyematan al-Asham dalam namanya.
Selain terkenal sebagai ulama yang pandai berpura-pura untuk menyelamatkan lawan bicaranya, Hatim al-Asham dikisahkan sebagai ulama yang menjadi rujukan dalam berbagai hal.
Suatu ketika, Isom bin Yusuf hadir disebuah majlis Hatim al-Asham, beliau bertanya perihal shalat khusyu’.
Imam Khatim Al-Ashom menuturkan, jika ingin mencapai khusyu’ dalam shalat, seseorang harus melakukan wudhu secara zahir dan batin. Adapun wudhu zahir adalah membasuh semua anggota tubuh yang wajib dibasuh dalam wudhu.
Sedangkan wudhu batin tak lain membasuh dan membersihkan tubuh dengan 7 amaliyah; 1) Taubat, 2) Menyesal akan dosa-dosa yang sudah dilakukan, 3) Meninggalkan cinta dunia, 4) Memperbaiki akhlak, 5) Memiliki rasa tanggungjawab, 6) Menghilangkan sifat iri, 7) Menghilangkan sifat hasud di hati.
Imam Hatim menambahkan, di dalam sholat hendaklah selalu mengingat bahwa Allah senantiasa melihat kita, surga ada di sebelah kanan dan neraka di samping kiri kita, malaikat maut ada di belakang kita, membayangkan ketika shalat kaki kita berada di atas shirotul mustaqim, dan senantiasa menancapkan dalam hati jika shalat yang kita lakukan adalah shalat terahir kita, “Sholat dengan tata cara seperti ini sudah aku terapkan selama tiga puluh tahun,” tutur Imam Khatim pada Imam Ishom bin Yusuf.
“Jelas yang bisa melakukan sholat semacam itu hanya anda,” balas Ishom dalam majelis tersebut, disusul gelak tawa keduanya.
*Disarikan dari Kitab Nawadhir, Hikayat Empat “Ibadatus Sholihin” hal.15 karya: Ahmad Syihabuddin Bin Salamah Al-Qulyuby