#TanyaIslami: Benarkah Vaksin Dibuat untuk Melemahkan Umat Islam?

#TanyaIslami: Benarkah Vaksin Dibuat untuk Melemahkan Umat Islam?

Vaksin dianggap beberapa orang sebagai salah satu strategi untuk melemahkan umat Islam.

#TanyaIslami: Benarkah Vaksin Dibuat untuk Melemahkan Umat Islam?
Source: BBC.com

Muncul banyak hoaks dan teori konspirasi tentang vaksin. Salah satunya, ada anggapan bahwa vaksin untuk melemahkan umat Islam.

Tanya:

Saya mendapat info dari beberapa grup media sosial beberapa bulan belakangan, anggotanya kerap ramai membahas soal vaksin. Wa bil khusus, vaksinasi Covid-19 yang sedang dicanangkan pemerintah. Beberapa orang menyajikan kabar-kabar bahwa vaksin Covid-19 sengaja dibuat untuk memperdaya umat muslim, mengurangi kemampuan kognitif mereka, serta merongrong keyakinan kalangan muslim bahwa tanpa vaksin toh mereka sehat saja. 

Orang-orang lain juga menimpali dengan menunjukkan kisah-kisah bahwa vaksin, baik untuk anak atau dewasa, memiliki substansi haram dan itu konspirasi kaum kuffar. Benarkah demikian?

Baca juga: Vaksin Measle-Rubella Menurut Kaidah Fiqih, Ushul Fiqih, Akidah, dan Tasawuf

Jawab:

Isu vaksinasi di kalangan umat beragama sebenarnya bukanlah bahasa baru, meskipun belakangan, di tengah program vaksinasi massal Covid-19, pembahasan ini muncul lagi. Soal debat tentang program vaksinasi, baik yang bersifat imunisasi rutin untuk anak atau dewasa, ada kalangan yang menolak penggunaannya. 

Tentu alasannya sangat beragam. Ada yang enggan mengikuti program vaksin karena persoalan kandungan zat haram dalam vaksin tersebut, ada yang enggan karena sudah percaya bahwa ASI dan tahnik sudah menguatkan imunitas bayi, atau merasa bahwa vaksin ini hanya akal-akalan orang Barat atau orang kesehatan saja.

Vaksin adalah tindakan jenis imunisasi aktif dengan memberikan paparan antigen penyakit tertentu agar terbentuk imunitas dalam tubuh. Di Indonesia, jenis-jenis vaksin yang diprogramkan pemerintah cukup beragam, meninjau banyak data epidemiologi dan angka kejadian penyakit tersebut di masyarakat. Diharapkan melalui langkah vaksinasi tersebut, angka kejadian dan kematian akibat penyakit dapat menurun. Banyak penyakit-penyakit yang memerlukan vaksinasi luas, seperti polio, difteri, serta campak rubella, dan kini termasuk Covid-19.

Sebenarnya, organisasi keagamaan di Indonesia mendukung tindakan vaksin. Fatwa MUI no. 4 tahun 2016 pun telah memberikan pernyataan kebolehan menggunakan vaksin. Meski legitimasi dari otoritas agama itu sudah ada, ternyata masih banyak beberapa pihak yang menolak vaksin itu diberikan untuk anak atau dirinya atas “dalih syariat”. Melihat masifnya respon penolakan ini tentu mengkhawatirkan.

Sebagian kalangan berkata, vaksin ini mengandung senyawa haram. Terlepas konsep atau kerangka pikir apa yang diyakini, kalau memang benar bahwa vaksin itu mengandung senyawa yang dipandang haram, tentu komentar dari Imam an-Nawawi dalam Al Majmu’ Syarhul Muhadzdzab berikut bisa dicatat bahwa penting sekali untuk memercayai pendapat tenaga kesehatan:

…قَالَ أَصْحَابُنَا وَإِنَّمَا يَجُوزُ ذَلِكَ إذَا كَانَ الْمُتَدَاوِي عَارِفًا بِالطِّبِّ يَعْرِفُ أَنَّهُ لَا يَقُومُ غَيْرُ هَذَا مَقَامَهُ أَوْ أَخْبَرَهُ بِذَلِكَ طَبِيبٌ مُسْلِمٌ عَدْلٌ…

Artinya: …Para ulama menyebutkan kebolehan berobat dengan bahan najis jika sang pengobat memahami betul tentang ilmu kedokteran, dan mengetahui bahwa tidak ada pengganti dari hal najis tersebut. Atau, pengobatan tersebut disampaikan oleh dokter yang beragama Islam lagi bijaksana….

Memahami pernyataan di atas, bahan najis dalam substansi pengobatan itu saja boleh digunakan jika belum didapatkan barang yang berasal dari senyawa halal, dan yang lebih utama lagi terkait penggunaan obat adalah memerhatikan keterangan tenaga kesehatan. Terlebih, otoritas keagamaan sudah menyatakan kehalalannya, mengapa mesti ragu?

Tindakan vaksin memang sesuatu yang belum ada presedennya di masa ulama klasik. Namun kebolehan menggunakan suatu substansi obat, terapi, atau vaksin tetaplah penting memerhatikan kaidah ilmiah yang disepakati luas di kalangan peneliti dan tenaga kesehatan.

Setiap jenis terapi, vaksin, maupun obat yang dirilis dan dilegalkan pemerintah, mestinya telah melalui pengecekan komposisi, uji klinis dan uji efek samping yang ketat. Informasi tentang vaksin sudah banyak disebarkan dan disosialisasikan melalui otoritas terpercaya, semisal di Indonesia, kita perlu merujuk pada keterangan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). 

Kemudian ada juga kabar bahwa pembuatan vaksin adalah hegemoni kaum Barat terhadap Islam. Kabar tersebut kiranya cenderung konspiratif, bersumber tidak jelas, juga penuh fakta yang otak atik gathuk. Pernyataan demikian mengaburkan persoalan-persoalan agama dan sains. Implikasi terjauhnya jika banyak terjadi penolakan akibat keyakinan itu, tentu dapat merugikan diri sendiri dan keluarga karena menolak divaksin, serta masyarakat lebih luas akibat penularan penyakit yang tak terkendali.

Baca juga: Simpang Siur Kehalalan AstraZeneca, Habib Rizieq Diusulkan Jadi Duta Vaksinasi

Saat ini, klarifikasi informasi ke otoritas yang tepat menjadi penting untuk mengetahui detail problem kesehatan. Pemerintah pun sudah turut berkomunikasi dengan organisasi kemasyarakatan maupun keagamaan terkait status halal dan keamanan vaksin serta bagaimana meningkatkan cakupan sasarannya.

Dalam menyerap purwarupa informasi kesehatan yang sangat bejibun, termasuk soal Covid-19 ini, mari kita selalu mencermati setiap kabar dan merujuk sumber yang relevan. Selama telah melalui proses saintifik yang benar, vaksin tentu akan bermanfaat, aman, dan juga halal. Vaksin bukan untuk melemahkan umat Islam, malah menguatkan ketahanan kesehatan umat Islam. (AN)

Wallahu a’lam.