Tangis Haru Tiga Lansia dengan Dimensia Berdoa di Depan Ka’bah

Tangis Haru Tiga Lansia dengan Dimensia Berdoa di Depan Ka’bah

Ketiga jemaah lansia dengan dimensia itu didampingi PPIH untuk melihat dan berdoa di depan Ka’bah.

Tangis Haru Tiga Lansia dengan Dimensia Berdoa di Depan Ka’bah
ilustrasi: berdoa di depan Ka’bah

Islami.co (Haji 2024) — Tiga jemaah haji lanjut usia yang mengalami dimensia, akhirnya dapat memenuhi impian mereka untuk mengunjungi Ka’bah dan berdoa di depan Masjidil Haram. Meskipun terdapat tantangan komunikasi dan kondisi kesehatan, tim medis dan perawat berhasil memastikan perjalanan mereka berjalan lancar.

Tim pendamping yang diisi oleh Susilowati, Moh. Agus Pribowo, dr. Suharsono, dan Cut Intan awalnya mengalami kesulitan berinteraksi dengan ketiga jemaah tersebut. Hal ini karena dua jemaah yang berasal dari Aceh dan tidak bisa berbahasa Indonesia. Namun, saat tim menyampaikan ajakan melihat Ka’bah keduanya sangat gembira.

“Nenek, nanti ganti baju yang cantik, kita mau lihat Ka’bah, berdoa di depan Ka’bah” sambil mempraktikkan posisi tangan berdoa, kedua nenek tersebut mengangguk.

Salah satu jemaah bahkan sempat bertanya, apakah temannya juga akan diajak. Petugas pun menjelaskan bahwa temannya sudah lebih dulu melihat Ka’bah.

Sementara itu, Bapak Uci (nama samaran) yang berbahasa Sunda langsung tersenyum saat diberitahu bahwa ia akan mengunjungi Masjidil Haram untuk melihat Ka’bah dan berdoa di sana. Ketiga jemaah haji tersebut kemudian dipersiapkan oleh Tim KKHI dengan mengganti baju, serta menyiapkan obat dan makanan selama perjalanan, sebelum didorong dengan kursi roda menuju ambulans.

Menurut Dokter Penanggung Jawab Ruangan Perawatan Psikiatri KKHI, ketiga jemaah haji dimensia ini menunjukkan berbagai reaksi selama di ruangan perawatan. Bapak Uci, yang juga menderita sakit lutut, sering berkeliling ruangan mencari anaknya, sementara Ibu Isah dan Ibu Imah sering berbicara sendiri. Namun, saat diberitahu tentang rencana ke Masjidil Haram, mereka langsung menunjukkan respon tenang dan senyum bahagia.

Keberangkatan mereka didampingi oleh Perawat Cut Intan dari Aceh, yang memastikan kedua nenek tenang selama perjalanan. Bapak Uci pun menikmati perjalanan di ambulans dengan tenang. Keberhasilan ini menunjukkan semangat dan keinginan kuat ketiga jemaah haji tersebut untuk memenuhi rukun Islam kelima, meskipun dalam kondisi kesehatan yang menantang.

Setibanya di Masjidil Haram, Tim Lansia dan PKP3JH Seksus Haram sudah siap dengan tiga kursi roda untuk mengantar ketiganya. Karena memasuki waktu salat Maghrib, ketiga jemaah haji dibantu tayamum dan dipandu untuk mengikuti suara Imam Masjidil Haram melaksanakan salat Maghrib dengan posisi duduk di kursi roda.

Tidak ada kendala berarti saat mendorong mereka menuju area Mataf di lantai dua. Tim langsung mencari posisi strategis yang mengarah ke Multazam agar ketiga jemaah bisa langsung melihat Ka’bah. Ketika disampaikan bahwa mereka sudah di depan Ka’bah dan dipersilahkan untuk berdoa, Bapak Uci terlihat meneteskan air mata. Dengan bibir bergerak berdoa dan tatapan haru, beliau tampak sangat tersentuh meskipun tidak mengucapkan kata-kata.

Dipandu dengan bahasa Aceh oleh Cut Intan, Ibu Isah dan Ibu Imah juga meneteskan air mata haru saat melihat Ka’bah. Bibir mereka bergerak mengucapkan doa, dan sesekali air mata mereka diseka oleh pendamping. Setelah berdoa, tim mengambil foto ketiganya dengan latar belakang Ka’bah sebagai kenang-kenangan yang akan ditunjukkan kepada keluarga di Indonesia.

Setelah selesai, mereka didorong kembali ke ambulans dan kembali ke KKHI. Setibanya di KKHI, ketiganya disambut dengan ekspresi kegembiraan oleh para petugas kesehatan. Senyum bahagia dari Bapak Sanusi Umar, Ibu Insyah, dan Ibu Fatimah menyambut para pendamping yang merasa bangga dan terharu bisa menjadi bagian dari kebahagiaan mereka.

(AN)