Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah melancarkan serangan baru kepada Presiden Prancis, Emmanuel Macron. Erdogan mengatakan bahwa Macron membutuhkan perawatan dan “pemeriksaan kejiwaan” atas sikapnya terhadap Muslim dan Islam, yang membuat Prancis menarik duta besarnya di Ankara.
Awal bulan ini, Macron berjanji untuk melawan “separatisme Islam”, yang menurutnya mengancam untuk mengambil kendali di beberapa komunitas Muslim di sekitar Prancis, menuai teguran tajam dari Erdogan.
Komentar Macron terhadap Islam tersebut merupakan respon atas situasi terkini Prancis yang diguncang oleh insiden pemenggalan seorang guru sejarah di awal bulan ini. Pembunuh guru tersebut, Abdullakh Anzorov, ingin membalaskan dendam atas penggunaan kartun Nabi Muhammad oleh sang guru di kelas ketika berdiskusi tentang kebebasan berekspresi.
“Apa sebenarnya masalah orang bernama Macron ini dengan Muslim dan Islam? Macron membutuhkan perawatan pada tingkat mental, ”kata Erdogan dalam pidatonya di kongres provinsi Partai Keadilan dan Pembangunan (AK) di kota Kayseri Turki tengah pada hari Sabtu (24/10) dilansir oleh Aljazeera.
“Apa lagi yang bisa dikatakan kepada seorang kepala negara yang tidak memahami kebebasan berkeyakinan dan yang berperilaku seperti ini kepada jutaan orang yang tinggal di negaranya yang merupakan anggota dari agama yang berbeda?” Kata Erdogan. “Pertama-tama, periska mentalnya!”
Prancis mengutus perwakilannya ke Turki untuk berkonsultasi setelah komentar Erdogan yang “tidak dapat diterima” mempertanyakan kesehatan mental Macron.
“Komentar Presiden Erdogan tidak bisa diterima. Kelebihan dan kekasaran bukanlah metode. Kami menuntut agar Erdogan mengubah arah kebijakannya karena ini berbahaya dalam segala hal, ”kata seorang pejabat kepresidenan Prancis kepada kantor berita AFP.
Presiden Turki mengatakan pada 6 Oktober setelah komentar awal Macron tentang “separatisme Islam”, bahwa pernyataan itu adalah “provokasi yang jelas” dan menunjukkan “ketidaksopanan” pemimpin Prancis.
Macron, di awal bulan ini juga menggambarkan Islam sebagai agama “yang sedang dalam krisis” di seluruh dunia dan mengatakan pemerintah akan mengajukan rancangan undang-undang pada bulan Desember untuk memperkuat undang-undang tahun 1905 yang secara resmi memisahkan institusi agama dan negara di Prancis.