Tafsir Surat Yasin Ayat 71-73: Anugerah dari Hewan Ternak

Tafsir Surat Yasin Ayat 71-73: Anugerah dari Hewan Ternak

Berikut ini tafsir surat Yasin ayat 71-72 yang menjelaskan tentang…

Tafsir Surat Yasin Ayat 71-73: Anugerah dari Hewan Ternak
Kitab-kitab yang disusun rapi.

Pada kelompok ayat sebelumnya telah disebutkan anugerah diutusnya seorang Rasul dan al-Qur’an sebagai nikmat terbesar dari Allah SWT. Saking banyaknya nikmat yang diberikan hingga tidak terhitung, Allah SWT menyebutkan nikmat-Nya yang lain berupa hewan-hewan ternak. Namun, orang-orang musyrik dan orang-orang yang kufur nikmat tetap saja tidak bersyukur, merasa sombong atas harta yang seolah-olah mereka miliki. Allah SWT berfirman dalam surat Yasin ayat 71-73:

أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ مِمَّا عَمِلَتْ أَيْدِينَا أَنْعَامًا فَهُمْ لَهَا مَالِكُونَ () وَذَلَّلْنَاهَا لَهُمْ فَمِنْهَا رَكُوبُهُمْ وَمِنْهَا يَأْكُلُونَ () وَلَهُمْ فِيهَا مَنَافِعُ وَمَشَارِبُ أَفَلَا يَشْكُرُونَ

awalam yaraw annaa khalaqnaa lahum minmaa ‘amilat aydiynaa an’aaman fahum lahaa maalikuun. wa dzallalnaahaa wahum faminhaa rokuubuhum wa minhaa ya‘kiluun. walahum fiihaa manaafi’u wa masyaaribu afalaa yasykuruun.

Artinya:

“Dan apakah mereka (orang-orang kafir itu buta, sehingga) tidak melihat bahwa Kami telah menciptakan bagi (kemanfaatan) mereka dari apa yang telah dilakukan oleh tangan (atau kekuasaan) Kami, berupa binatang-binatang ternak, lalu (setelah Kami menciptakannya), mereka menjadi para pemilik (berkuasa) atasnya? Dan Kami menundukkannya (binantang-binatang ternak) untuk mereka, maka sebagian menjadi tunggangan mereka dan sebagian mereka makan. Dan mereka memperoleh padanya manfaat-manfaat dan minuman. Maka, tidakkah mereka bersyukur?” (Surat Yasin ayat 71-73)

Ketika menguraikan ayat pertama dari tiga ayat di atas, Ibnu Jarir al-Thabari mengutip riwayat dari Ibnu Zayd. Suatu ketika Ibnu Zayd ditanya seseorang terkait ayat ini, “Apakah yang dimaksud dengan an’am itu adalah unta?”

Ibnu Zayd menjawab, “Ya.”

Orang tadi bertanya lagi, “Bagaimana dengan sapi bukankah ia juga termasuk hewan ternak? Tidak masuk kategori yang dimaksud dalam ayat ini?”

Ibnu Zayd kemudian menjawab, “Unta, sapi, domba, kambing dan seluruh kategori hewan ternak.”

Untuk menafsirkan ayat 72, Ibnu Jarir al-Thabari mengutip riwayat dari Qatadah bahwasanya yang dimaksud pada ayat tersebut adalah fungsi hewan ternak itu sendiri. Mereka (orang zaman dulu) bepergian menggunakan hewan ternaknya seperti unta yang merupakan fungsi pertama sebagai kendaraan. Kedua fungsi hewan ternak sebagai pakan, yaitu mereka memakan daging-dagingnya.

Seperti pada ayat 72, ayat 73 pun al-Thabari mengutip pendapat Qatadah. Menurutnya pada ayat 73 ini, Allah SWT lebih memerinci fungsi dari hewan ternak. Yang dimaksud dengan manfaat-manfaat (manafi’) adalah manfaat lain selain dua fungsi pertama yaitu manusia bisa mendapatkan benang wol dari hewan domba dan biri-biri. Kemudian fungsi lainnya manusia juga bisa minum susu yang dihasilkan hewan ternak.

Banyaknya fungsi hewan ternak yang diangkat Allah SWT dalam Al-Qur’an mengisyaratkan betapa besarnya fungsi dari peternakan ini. Tidak heran jika pada masa turunnya Al-Qur’an ini kekayaan direpresentasikan salah satunya oleh kepemilikan hewan ternak. Bahkan tidak hanya dulu saja, hewan menjadi sumber pangan yang sangat banyak manfaatnya bagi umat manusia. Diambang krisis pangan yang bisa saja suatu saat akan menimpa kita, kembali menjadi peternak dan petani bagi generasi muda menjadi salah satu tindakan preventif untuk mencegah kekurangan pangan manusia.

Menurut Imam al-Qusyairi lafaz aydiina pada penggalan ayat 71 di atas bisa bermakna tawassu’  yang artinya memperluas. Pengertiannya adalah bahwa Allah SWT menciptakan hewan ternak kemudian meluaskan manfaatnya untuk manusia. Manusia bisa mendapatkan berbagai macam kebutuhannya dari hewan ternak mulai dari sandang, pangan, kendaraan dan lain-lain. Meski begitu, sifat dari orang-orang yang kufur nikmat selalu saja merasa kurang dan tidak bisa bersyukur.

Al-Zamakhsyari dalam tafsir al-Kasysyaf menerangkan bahwa Allah SWT telah menciptakan hewan ternak, manusia tidak memliki kuasa atas penciptaan tersebut. Namun demikian, Allah SWT kemudian memberikan kepemilikan tersebut kepada manusia agar manusia bisa mengelola hewan ternak dengan sebaik-baiknya dalam bentuk kemanfaatan, bukan untuk eksploitasi.

Kata aydii menurut M. Quraish Shihab merupakan bentuk jamak dari kata yadun yang secara umum dimaknai dengan tangan. Shihab menerangkan bahwa secara majazi kata itu juga bisa bermakna kekuasaan atau nikmat. Maksud dari ayat tersebut, lanjut Shihab, adalah untuk menggambarkan betapa penciptaan binantang ternak menjadi bagian dari nikmat yang besar dan bukti kuasa Allah SwT. Menurut Shihab, ayat di atas menggaris bawahi tiga jenis hewan ternaks aja: unta, sapi, dan kambing, karena ketika ayat ini diturunkan, ketiga binatang inilah yang menjadi lambang kekayaan dan kemakmuran mereka.

Didahulukannya lafaz falahum laha atas kata maalikuun menurut Quraish Shihab bertujuan untk menekankan dan menghadirkan manfaat dan nilai binantang ini dalam benak mitra bicara sebelum mengingatkan mereka akan kepemilikannya. Penggunaan bentuk nakirah (indefinite) pada kata maalikuun, bagi Quraish, juga menggambarkan betapa luasnya kepemilikan manusia yang dianugerahkan Allah SWT. Meskipun hewan ternak lebih besar dan lebih kuat dari manusia, tetapi manusia mampu untuk menundukkannya atas izin Allah SWT.