Setelah berdebat dengan kaumnya dan memberikan argumen tentang kekuasaan Allah SWT sebagaimana telah dijelaskan pada tulisan-tulisan sebelumnya, lelaki mukmin yang bernama Habib ini pada akhirnya mati dibunuh oleh para penduduk yang telah buta hatinya akan kebenaran. Cerita tersebut masih berlanjut, Allah SWT berfirman:
قِيلَ ادْخُلِ الْجَنَّةَ قَالَ يَا لَيْتَ قَوْمِي يَعْلَمُونَ () بِمَا غَفَرَ لِي رَبِّي وَجَعَلَنِي مِنَ الْمُكْرَمِينَ
Qiila udkhul al-jannah qaala yaa layta qaumii ya’lamuun. Bimaa ghafara lii Rabbii wa ja’alanii min al-mukramiin.
Artinya:
“(Penduduk negeri itu murka dan menganiaya laki-laki mukmin itu hingga gugur sebagai syahid. Dan ketika itu) dikatakan (oleh para malaikat kepada ruhnya): “Masuklah ke surga!” Dia (ruh laki-laki mukmin) berkata: “Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui. Apa yang menyebabkan Tuhan Pemeliharaku mengampuni aku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan.” (QS: Yasin ayat 26–27).
Berdasarkan riwayat dari Mujahid lewat tiga jalur berbeda, al-Thabari menerangkan bahwa yang dimaksud dengan udkhul al-jannata adalah tatkala Habib menjemput ajal, maka tampaklah baginya ganjaran, dan wajib baginya surge (wajabat lahu al-jannata). Kemudian atas dasar riwayat dari Ibnu Mas’ud, al-Thabari menjelaskan bahwa setelah keadaan Habib ini dihinakan di dunia, maka Allah SWT angkat derajatnya dan memuliakannya dengan rahmat-Nya di akhirat.
Menurut Imam Qusyairi dalam Lathaif al-Isyarat kedua ayat di atas menunjukkan harapan seorang lelaki mukmin agar kaumnya mengetahui keadaannya. Maka Allah SWT mewujudkan harapannya tersebut dengan mengabarkan keadaannya melalui kedua ayat ini. Hamba-hamba-Nya pada akhirnya mengetahui keadaannya. Bagi Qusyairi, keinginan Habib tersebut adalah bagian dari kecintaannya terhadap kaumnya, agar mereka mengamalkan dan berbuat seperti yang dilakukannya.
Al-Zamakhsyari berpendapat bahwa masuk surganya Habib mengandung dua makna yang berbeda. Pertama ia hidup dan diberikan rezeki sebagaimana orang yang mati syahid dalam QS Ali Imran ayat 169: “sebenarnya mereka itu hidup di sisi Tuhannya lagi mendapat rezeki” (bal ahyaa‘un ‘inda Rabbihim yurzaquun). Kedua berarti ia diberikan kabar gembira (al-busyra) tentang surga, bahwa ia akan menjadi penduduknya.
Menurut Ibnu ‘Asyur bunyi ayat ke-26 udkhul al-jannata (masuklah ke surga) merupakan pertanda bahwa Habib, tokoh orang mukmin yang ada dalam cerita, telah mati dibunuh dalam keadaan menegakkan kalimat Allah SWT. Habib mati syahid karena telah memproklamirkan diri sebagai orang mukmin dan keluar dari kepercayaan masyarakatnya. Sebagian ulama, kata Ibnu ‘Asyur, berpendapat bahwa Habib dibunuh dengan cara dirajam, dilempari batu. Sebagian yang lain berpendapat matinya karnea dibakar dan sebagainya.
Ibnu ‘Asyur berpendapat bahwa sesuai dengan janji Allah SWT untuk orang-orang mati syahid, maka lelaki mukmin bernama Habib ini segera masuk ke surga tanpa menunggu lama. Menurut Ibnu ‘Asyur hal ini sesuai dengan bunyi hadis: “sungguh arwah orang-orang yang mati syahid bagaikan burung-burung hijau yang memakan buah-buah surga (inna arwah al-syuhada‘ fi hawashil thuyur khudhrin ta‘kulu min tsimaar al-jannah).
Berbeda dengan Ibnu ‘Asyur, M. Quraish Shihab berpendapat bahwa kalimat udkhul al-jannata (masuklah ke surga) tidak berarti lelaki mukmin yang telah mati syahid tersebut langsung masuk ke surga. Hal ini dikarenakan dalam keterangan ayat-ayat lain dijelaskan bahwa seseorang akan ke surga atau ke neraga setelah kiamat besar dan kebangkitan seluruh manusia dari kubur. Oleh karenanya, menurut Quraish, ucapan malaikat di atas adalah bentuk berita gembira atau isyarat tentang kenikmatan alam kubur.
Masih menurut M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah, kedua ayat ini tidak mengisyaratkan bahwa Habib dibunuh oleh kaumnya karena hendak mengisyaratkan bahwa ia mati dalam keadaan syahid, yang artinya seorang syahid tidaklah mati. Sebagaimana dalam QS Ali Imran ayat 169. Pendapat ini sebagaimana pendapat kedua yang dikemukakan al-Zamakhsyari pada paragraf sebelumnya.
Mengutip pandangan Sayyid Quthub, Quraish Shihab menerangkan bahwa kedua ayat di atas juga menggambarkan perpindahan yang begitu cepat dari satu alam ke alam lain melalui gerbang kematian. Kematian merupakan langkah sederhana bagi orang beriman untuk berpindah dari kesempitan, keresahan, dan ancaman duniawi menuju kelapangan, ketenangan, dan kesejahteraan serta kenikmatan surgawi.