مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (11) وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَإِنَّمَا عَلَى رَسُولِنَا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ (12) اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ (13)
“Tidak ada sesuatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Dan taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul. Jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan (amanah Allah) dengan terang. (Dialah) Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Dan hendaklah orang-orang mukmin bertawakal kepada Allah”.
Menurut al-Qurthubi di dalam kitab tafsir al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, rangkaian ayat ini turun sebagai sebuah jawaban atas perkataan orang-orang kafir Quraisy. Mereka mengatakan kepada para shahabat “Seandainya apa yang diimani umat Islam adalah kebenaran, niscaya mereka tidak akan mendapatkan musibah apapun“. Maka rangkaian ayat ini diturunkan sebagai penjelas bahwa semua musibah yang menimpa umat Islam adalah sesuai dengan kepastian yang Allah tetapkan.
Dr. Muhammad Sayyid Thantawi menjelaskan, seorang yang memiliki iman yang kokoh akan mengantarkannya kepada sikap kesabaran dan menerima lapang dada dengan musibah yang terjadi. Poin penting inilah yang dimaksudkan dengan penggalan ayat “..dan barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya..”
Sedangkan Syekh Ahmad as-Shawi dalam kitab Hasyiyah Shawi ala Tafsir Jalalain menegaskan, Allah merangkai perintah “Dan taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul” setelah menjelaskan ayat yang berkenaan dengan musibah sebagai pengingat kita semua. Dimana Allah memerintahkan kita agar senantiasa taat kepada Allah setiap saat meskipun musibah datang tak berkesudahan.
Nasehat agar sabar dan senantiasa taat kepada Allah dikala musibah datang di tutup dengan ayat “(Dialah) Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Dan hendaklah orang-orang mukmin bertawakal kepada Allah“.
Menurut Dr. Muhammad Sayyid Thantawi dalam kitab tafsir al-Wasith, makna dibaliknya adalah agar umat Islam senanti menjadikan sabar dan istiqomah taat kepada Allah dilakukan dengan ikhlas karena mengharap ridho-Nya. Sedangkan menurut Ibnu Asyur dalam kitab tafsir at-Tahrir wa Tanwir, makna dibaliknya adalah barang siapa yang meng-Esakan Allah niscaya ia akan selalu taat kepada Allah meskipun musibah tak kunjung berlalu dan ia akan selalu bertawakkal kepada Allah.
Rangkaian ayat ini memerintahkan kita untuk sabar, senantiasa taat kepada Allah serta bertawakkal kepada-Nya ketika tertimpa musibah. Akan tetapi, esensi tawakkal adalah memasrahkan hasil sebuah perkara kepada Allah setelah kita berusaha dengan sungguh-sungguh. Rasulullah selalu memerintahkan kita untuk berusaha sekeras tenaga dan memasrahkan hasilnya kepada Allah. Sebagaimana dalam sebuah Hadits
قال رسول الله لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصاً وَتَرُوحُ بِطَاناً
Rasulullah bersabda “Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sempurna, niscaya Allah akan memberikan kalian rizqi sebagaimana Dia memberikan rizqi kepada burung-burung. Burung-burung berangkat di waktu pagi dalam keadaan lapar dan pulang di waktu sore dalam keadaan kenyang” (HR. Ahmad)
Hadits ini memberikan kita gambaran secara utuh hakikat tawakkal kepada Allah. Dimana Allah akan memberikan kita hasil terbaik disaat kita berusaha dengan sebaik mungkin. Sebagaimana burung yang selalu berusaha mencari makan di waktu pagi dan pulang dalam keadaan kenyang.
Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Fath al-Bari Syarh Shahih Bukhari menceritakan, suatu ketika Ahmad bin Hanbal pernah ditanyakan mengenai seseorang yang lebih memilih berdiam diri untuk beribadah di dalam rumahnya dan tidak bekerja. Seseorang tersebut ketika ditanya selalu menjawab “Aku tidak akan bekerja pasti Allah akan memberikan rizqi kepadaku“. Maka, Ahmad bin Hanbal pun mengatakan “Sungguh orang tersebut tidak memiliki ilmu, bukankah Rasulullah Saw bersabda “Allah menetapkan rizqiku dibawang bayang-bayang tombakku” dan Rasulullah Saw juga bersabda “Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sempurna, niscaya Allah akan memberikan kalian rizqi sebagaimana Dia memberikan rizqi kepada burung-burung. Burung-burung berangkat di waktu pagi dalam keadaan lapar dan pulang di waktu sore dalam keadaan kenyang“.
Dalam kisah yang lain, diceritakan khalifah Umar bin Khattab pernah melewati sekelompak orang yang tidak mau bekerja. Ketika ditanyakan mereka selalu menjawab “Kami tawakkal kepada Allah“. Maka, khalifah Umar bin Khattab pun mengatakan “Kalian bukanlah orang-orang yang tawakkal kepada Allah, sebaliknya kalian adalah orang-orang yang malas. Sunggung orang yang tawakkal kepada Allah adalah seperti seorang yang berusaha menanam benih di ladang kemudian memasrahkan hasil pertaniannya kepada Allah”.
Dalam konteks kehidupan kita saat ini. Sangat penting bagi kita untuk senantiasa sabar serta bertawakkal kepada Allah menghadapi musibah virus Covid-19 atau disebut juga dengan virus Corona. Akan tetapi, tawakkal kita harus dibarengi dengan usaha sungguh-sungguh untuk mencegah penularan virus Corona agar tak menjadi musibah bagi orang-orang yang kita cintai.
Mengikuti seluruh petunjuk dari pemerintah dalam mencegah penularan virus Corona adalah sebuah kewajiban bagi kita semua sebagaimana Al-Qur’an telah mewasiatkan “Wahai orang-orang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) diantara kamu…”(Qs. An-Nisa : 59).
Yuk jaga diri, jaga jarak, dan jaga keluarga kita dari wabah corona. Bekerja dari rumah, belajar di rumah adalah bagian dari ikhtiar itu, supaya penyakit corona bisa teratasi dan dikendalikan, tidak semakin menyebar luas.