Pada masa Rasulullah, seorang laki-laki bernama Aus bin Tsabit al-Anshariy meninggal dunia. Berdasarkan adat suku Arab ketika itu, si istri yang bernama Ummu Kuhah dan tiga orang putrinya tak mendapat warisan apapun dari mendiang suaminya.
Semua harta peninggalannya telah dikuasai oleh dua orang anak paman suaminya, yang menurut beberapa riwayat bernama Suwayd dan Arfajah. Begitu diceritakan oleh Imam Al Qurthubiy dalam tafsirnya. Sedangkan menurut Imam Baydhawi dalam tafsirnya, kedua anak paman suaminya itu bernama Suwayd dan Arfatah atau Qatadah dan Arfajah.
Kejadian ini menyebabkan Ummu Kuhah kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Terdesak oleh keadaan, Ummu Kuhah pun mengadukan hal itu kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, Aus telah meninggal, meninggalkan tiga orang putri dan aku adalah istrinya. Tetapi aku tak dapat menafkahi mereka, padahal bapak mereka telah meninggalkan harta yang banyak.
“Semua harta telah dikuasai Suwayd dan Arfajah, serta tak meninggalkan apapun untukku dan untuk anak-anakku. Mereka juga tak memberi kami makan dan tak mencukupi kebutuhan kami.” Ini diceritakan Imam Ala’uddin Ali bin Muhammad Al Baghdadiy atau dikenal Imam Al Khazin dalam tafsirnya, Lubab Al Ta’wil Fi Ma’ani Al Tanzil.
Rasulullah pun akhirnya memanggil kedua lelaki anak paman Aus tersebut. Di hadapan Rasulullah mereka berdua berkilah, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya anak-anaknya (Aus) tak menaiki kuda, tidak membawa rampasan dan tak mengalahkan musuh (karena mereka masih anak-anak dan perempuan).” Ucapan ini menurut kitab-kitab tafsir, dikarenakan budaya jahiliyah yang hanya membagi warisan kepada para lelaki dewasa yang sudah pernah berperang.
Kepada lelaki kecil yang belum pernah berperang mereka tak membagi warisan kepadanya, apalagi kepada perempuan. Seorang ahli tafsir Muhammad bin Yusuf atau dikenal sebagai Abu Hayyan al-Andalusiy, penulis tafsir Tafsir Bahr Al Muhith, menceritakan sebuah riwayat dari al-Maruziy bahwa di jika di Arab dahulu warisan hanya dibagikan kepada laki-laki saja, sebaliknya di Yunani hanya dibagikan kepada para perempuan. Karena para perempuan Yunani bekerja, sementara kaum lelaki tak bekerja.
Rasulullah lantas menyuruh Suwayd dan Arfajah untuk kembali pulang, sementara beliau menunggu wahyu. Maka turunlah ayat dalam Q.S Al Nisa ayat 07. “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.”
Segera setelah itu, Rasulullah mengutus orang untuk menemui Suwayd dan Arfajah, agar tidak melakukan apapun terhadap harta warisan Aus bin Tsabit yang mereka kuasai. Karena Allah SWT telah menetapkan bagian untuk perempuan dan anak-anak, namun belum jelas berapa bagiannya.
Hal itu sampai turun wahyu yang menjelaskan bahwa bagian dari istri Aus adalah seperdelapan dari harta almarhum, sedangkan bagi putrinya dua perdelapan bagian. Maka, Rasulullah pun memerintahkan Suwayd dan Arfajah melakukan pembagian sebagaimana ketentuan, sedangkan sisa harta boleh mereka miliki.
Demikianlah perubahan kedudukan perempuan dan anak-anak dalam warisan sebelum dan setelah Islam tumbuh di Arab. Jelas sudah, Islam memuliakan orang bukan hanya karena kelamin dan usia belaka.
Wallahu a’lam.