Bulan Ramadhan merupakan bulan yang istimewa. Bulan pendidikan ruhani bagi umat muslim. Bulan yang di dalamnya umat muslim diwajibkan untuk melaksanakan puasa. Sebuah keterangan hadis menjelaskan, barang siapa melaksanakan puasa karena iman dan semata-mata mengharapkan ridha-Nya, maka Allah swt menjanjikan kesucian, kembali kepada fitrah insaniah. Yakni, dilebur segala dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan.
Keutamaan bulan Ramadhan, tidak hanya pada kewajiban puasa tersebut. Di dalamnya, terdapat malam yang nilainya lebih utama (lebih) baik dari 1000 bulan, yakni malam Lailatul Qadar.“Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan”. (Q.S. al-Qadr/ 97: 3).
1000 bulan merupakan kias yang menunjukan keagungan malam tersebut. Yakni, lebih dari 80 tahun, sehingga sekiranya seseorang tidak diberikan umur yang panjang, maka cukup-lah baginya untuk mendapatkan anugerah malam tersebut, untuk menutupi segala kekurangan amal ibadahnya. Ini merupakan rahmat yang diberikan Allah swt bagi umat Muhammad saw, yang tidak diberikan kepada umat-umat terdahulu.
Malam Lailatul Qadar, disebut juga sebagai malam penuh berkah, karena pada malam tersebut, Allah swt menurunkan kandungan Al-Quran secara keseluruhan kepada ruh Nabi Muhammad SAW, yang kemudian selanjutnya diturunkan secara bertahap selama 23 tahun pada dua periode (periode Mekkah dan Madinah) sebagaimana diisyaratkan dalam Q.S. al-Qadr/ 97: 1. “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada Lailatul Qadr.”
Al-Tustarī menjelaskan, disebut sebagai Lalilatul Qadar, karena ketersambungan keberkahan Al-Quran yang menghubungkan antara satu dengan lainnya. Seluruh semesta mendapat keberkahan Al-Quran. Demikian juga, disebut Lailatul Qadar, karena pada malam tersebut, Allah swt menetapkan (mentakdirkan) segala rahmat bagi seluruh hamba-Nya/makhluk-Nya. Malam yang dipenuhi oleh cahaya, rahmat, keberkahan, keselamatan, dan segala kebaikan.
Takdir atau ketetapan Ilahi seperti apakah yang terjadi pada malam ini?
Sebagaimana disebutkan pada ayat lainnya seperti dalam Q.S. al-Dukhān/ 44: 3-4 maupun riwayat-riwayat lainnya, maka Allah menentukan semua takdir manusia selama setahun penuh kedepannya. Ditentukan rizki dan segala perkara lainnya pada malam tersebut.
Bagi penulis, keterangan semacam ini tidak menafikan kebebasan kehendak dan ikhtiar manusia. Bisa dimaknai, bahwa Allah SWT menentukan takdir tiap individu sesuai dengan kelayakannya. Atau, aktualitas takdir selaras dengan kesiapan diri manusia itu sendiri, sesuai dengan potensi diri pada manusia.
Keagungan lain pada malam ini adalah turunnya seluruh ruh suci (ruh para nabi dan ruh para kekasih Allah), Jibril dan seluruh malaikat dari alam malakut menuju alam dunia, menebar salam dan rahmat pada setiap hamba (manusia) yang sedang ingat kepada Allah (dhikrullāh), melaksanakan sholat (qiyām al-lail), serta ibadah-ibadah yang disyariatkan lainnya.
Berapa lama waktu malam Lailatul Qadar? Para ahli tafsir menyebutkan, dari waktu Magrib hingga pagi hari (terbitnya waktu Fajar), sebagaimana diisyaratkan Q.S. al-Qadr/ 97: 5. “Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar”.
Pertanyaan selanjutnya adalah lebih tepatnya pada malam hari keberapa Lailatul Qadar berlangsung?
Terkait hal ini, terdapat banyak tafsir ulama. Ada sebagian pendapat, yang menyatakan, ia berlangsung pada awal-awal bulan Ramadhan. Ada juga pendapat, ia berlangsung pada malam ke-17, atau 19. Pendapat yang masyhur, menyebutkan, ia berlangsung pada salah satu malam pada malam-malam ganjil akhir bulan Ramadhan.
Menurut Ibn ‘Arabī, penyandaran kata al-lail, yang berarti “malam” pada kata al-qadar, dan bukan kata nahār, yang berarti “siang”, merupakan sebuah kias akan gelap-nya takdir Tuhan, sebagaimana gelapnya malam itu sendiri. Yakni, disebut sebagai takdir karena ia bersifat rahasia (gaib), yang manusia tidak mengetahuinya. Karena sifatnya yang gaib tersebut, maka Rasulullah memerintahkan kepada umatnya untuk meraihnya, mencarinya.
Tidak diketahuinya secara pasti berlangsungnya malam Lailatul Qadar, menjadi sumber semangat bagi kita agar kita selalu menghidupkan seluruh malam bulan Ramadhan, lebih-lebih pada malam-malam akhirnya. Berdasar pada sebuah keterangan, 10 terakhir terakhir bulan Ramadhan nabi saw mengencangkan sarungnya, menghidupkan malam-malam bulan Ramadhan.
Selain itu, diharapkan, selama sebulan penuh diri kita menjaga diri dari kemaksiatan, lebih mengarahkan diri pada keta’atan, mempersiapkan diri menerima limpahan rahmat Allah swt. Sehingga, saat ditentukan segala takdir pada malam Lailatul Qadar, diri kita sedang melaksanakan ibadah (dalam keta’atan), bukan dalam kemaksiatan. Akhirnya, saat selesai bulan Ramadhan, kita lulus ujian, mendapatkan anugerah dan ampunan, kembali menjadi insan yang fitri/ suci. Wallāhu a’lam bil showab.